29 Desember 2008

Jadi Presiden RI: Siapa Takut!


Saya tidak tahu bagaimana awal mulanya, tapi sejak akhir tahun 2002, banyak kalangan dengan berbagai alasan meminta saya secara serius mempertimbangkan untuk maju sebagai Calon Presiden Republik Indonesia.

Membayangkan dan meyakinkan diri sebagai Capres, apalagi Presiden RI tidaklah mudah. Bukankah sejak merdeka 63 tahun lalu, Indonesia --dengan penduduk lk. 230 juta jiwa kini-- baru dipimpin oleh enam orang presiden: Bung Karno, Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur, Bu Mega, Pak SBY.

Butuh rangkaian diskusi dan dialog dengan banyak sahabat seperjuangan, selain perlu berkali-kali istikharah kepada-Nya sebelum saya --dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim-- memutuskan ikut Konvensi Calon Presiden Partai Golkar tahun 2003; menerima ajakan jadi Cawapres Gus Dur tahun 2004; dan tahun 2009 ini kembali sangat antusias ikut Konvensi Calon Presiden RI 2009-2014 yang diselenggarakan oleh Dewan Integritas Bangsa (DIB).

Jujur saya sampaikan bahwa pada awalnya, jika ditanya apakah saya "ingin" jadi Presiden RI, maka jawaban saya adalah: "saya takut!" Jangankan tampil sebagai Presiden RI, menjadi Ketua RT, kepala desa atau lurah saja bagi saya menakutkan. Bahkan mengurus keluarga dan rumah tangga yang terdiri atas hanya beberapa orang saja bukanlah sesuatu yang mudah. Takut dan khawatir kalau-kalau amanah itu tak sepenuhnya dapat saya tunaikan.

Mengapa demikian? Saya bayangkan betapa menyedihkan dan menakutkan jika ada anggota rumah tangga, ada warga desa atau anggota kelurahan yang memberikan amanah kepada saya untuk berperan melayani, mengurus dan setiap kali menciptakan momentum bagi upaya peningkatan kesejahteraan lahir dan bathin mereka, lalu saya tidak mampu melakukannya secara optimal. Misalnya, ada yang tak bisa makan teratur, tak kebagian air bersih, rumahnya tak layak huni, tak bisa sekolahkan anak, nilai pendapatan merosot terus, kesulitan mengurus sejak KTP hingga izin usaha, sakit tapi tidak bisa berobat, tidak mendapatkan pembiasaan beribadah, dan seterusnya. Belum lagi korban jaringan perdagangan narkoba dan perdagangan manusia, pemerkosaan bahkan pembunuhan TKW, kisruh jemaah haji, dan sebagainya. Ooh... betapa beratnya pertanggung-jawaban saya kepada mereka dan kepada Allah SWT.

Suatu waktu hati saya tergetar, ketika menyadari betapa berat memang tanggungjawab seorang pemimpin. Ketika itu saya memvisualisasi tugas pemimpin sebagai (pada dasarnya) menjalankan amanah Tuhan. Ya, pemimpin dalam kapasitas selaku khalifah untuk "mewakili-Nya" melayani sesama manusia dan membantu "mengurus" beragam ciptaan-Nya di bumi. Tugas pemimpin adalah, (bersama seluruh warganya) mengupayakan agar tiap orang dan tiap keluarga bisa mengoptimalkan aktualisasi potensi anugerah dari Tuhan yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang dalam dirinya, dengan memanfaatkan iptek dan imtaq, untuk mengelola segenap ciptaannya dalam kerangka memenuhi kebutuhan dasar manusia, kelangsungan sejarah dan keluhuran peradaban, kelestarian alam, agar kita pada hari ini dan generasi yang akan datang tak hanya bertaraf hidup dan berkualitas hidup makin layak, tetapi juga makin terhormat dan makin piawai bersyukur pada Tuhan YME.

Saya kemudian teringat (terilhami) bahwa hampir semua pemimpin pilihan (para nabi dan rasul) rata-rata di usia sebelum kerasulan ditempa sebagai penggembala ternak. Tampaknya itulah antara lain proses untuk melatih kepekaan mereka dalam mengurus, melayani, dan melakoni amanah yang diberikan kepada mereka. Saya tiba-tiba menitikkan air mata, ketika membayangkan bagaimana seseorang yang menggembalakan beberapa ratus ekor kambing, domba dan sapi saja harus melakukannya dengan penuh tanggung jawab. Dia tak boleh membiarkan gembalaannya kelaparan, kehujanan dan tak dapat tempat berteduh. Dia tak boleh membiarkan sebagian gembalaannya mendapatkan terlalu banyak makanan, sementara yang lain kelaparan, atau membiarkan gembalaan saling tanduk. Dan tentu, dia tak boleh pilih kasih dalam segala bentuknya. Merinding saya membayangkan tugas memimpin dan mengurus jutaan manusia, dengan variasi dan tingkat kebutuhan yang demikian jamak. Belum kerumitan dalam hal hubungan-hubungan internasional, tak terkecuali dalam kerangka B-to-B maupun G-to-G itu sendiri.

Kak Ibrahim Taju, suami sekaligus mentor dan editor saya, seperti biasa ternyata membaca kegundahan saya. Beliau berkata begini: "Memimpin satu manusia atau memimpin semua manusia di mata Tuhan sama beratnya dan sama mulianya. Yang penting sebenarnya adalah motivasi dan bagaimana kita melakukannya: niat kita, ketulusan kita, kasih sayang kita, cinta kita, apakah untuk pamrih atau dedikasi semata karena dan untuk Allah. Menolong seseorang sama dengan menolong semua." Jadi hakekatnya, mengambil tanggungjawab memimpin atau mengurus satu orang harusnya sama nilai amanahnya dengan memimpin 230 juta atau bahkan 6,5 milyar manusia." Perhatikan firman-Nya: "...barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya......(QS 5:32).

Yang patut kita takutkan adalah kalau kita diciptakan dengan "tugas" mengurus satu orang atau satu desa, lalu kita ingin memimpin satu provinsi atau satu negara. Sama besar kesalahannya jika kita diciptakan dengan kapasitas dan "garis takdir" untuk memimpin satu negara, tapi memilih dan memutuskan hanya mau mengurus satu desa, satu keluarga, atau hanya mau mengurus diri sendiri.

Jadi sesungguhnya, kita tidak boleh takut menjadi Presiden atau menjadi apa saja, dan tidak boleh takut tidak menjadi Presiden. Kita hanya boleh takut ketika kita kembali kepangkuan Ilahi dan kita lalai menjalankan tugas takdir kita (seperti takutnya siswa ke sekolah karena tak mengerjakan PR).

Ketakutan memimpin umat ternyata sifatnya sangat manusiawi. Bahkan Nabi Musa dan saudaranya Nabi Harun merasa khawatir, padahal mereka sudah diyakinkan sebagai pilihan Tuhan. "Dan aku telah memilih engkau, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu)," ( QS 20:13). "Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku," (QS 20:41). "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua, Aku mendengar dan melihat," (QS 20:46).

Yang perlu kita upayakan adalah agar Allah bersama kita sebelum, selama, dan setelah kita memimpin negara besar kita, Indonesia; bahkan juga "negeri kecil" kita, yakni keluarga kita masing-masing. Amin.
Salam Nusantara Jaya 2045.

www.marwahdaud.com dan marwahdi@yahoo.com

20 Desember 2008

"PKS AWARD 2008: 8 INSPIRING WOMEN"


Beberapa hari lalu saya menerima SMS yang intinya meminta foto dan video kegiatan saya untuk jadi bahan pembuatan profil acara Malam Anugerah PKS Award 2008 untuk 8 Inspiring Women. Karena saya di luar kota, maka saya jawab singkat: "Silakan buka www.marwahdaud.com lalu click flickr untuk ambil foto dan youtube untuk download video kegiatan saya."

Sesuai dengan undangan tanggal 19 Desember 2008 malam, saya datang menghadiri acara di Istana Ballroom Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta. Di malam penganugerahan itu, Ketua Kewanitaan PKS, Ledia Hanifa Amaliah, menyampaikan bahwa: PKS memberikan anugerah kepada 8 inspiring women terpilih dari 800 nominator yang diajukan oleh masyarakat, termasuk dari pimpinan pusat berbagai ormas perempuan.

Penghargaan ini dianugerahkan kepada yang dinilai memberikan inspirasi dalam rangka peringatan 80 tahun kebangkitan perempuan Indonesia, hari Kongres Perempuan 22 Desember 2008. Sering juga disebut dengan Hari Ibu. Beliau juga menyampaikan bahwa "PKS meyakini inpirasi ini bukanlah kompetisi, tapi gerakan bersama untuk memberikan harapan sebesar-besarnya kepada semua orang."

Sementara Presiden PKS, Tifatul Sembiring, yang menyerahkan penghargaan kepada para inspiring woman tersebut menyatakan keprihatinannya akan indeks perempuan Indonesia yang masih rendah. Bahkan dari segi pendidikan, kini masih kurang dari 5 persen kaum perempuan di Indonesia yang sampai pada jenjang perguruan tinggi. "Mereka tidak leluasa memiliki akses seperti halnya laki-laki. Padahal ibu atau perempuan adalah inspirasi bagi bangsa ini," jelasnya saat memberikan sambutan.

Dalam buku panduan acara dan presentasi video, disampaikan bahwa delapan orang yang terpilih menerima PKS Award 2008: 8 Inspiring Women adalah mereka yang dianggap memiliki pengaruh signifikan, dan aktif dalam bidang masing-masing. Mereka adalah:1) Neno Warisman (seniman dan pendakwah) yang juga dikenal sebagai perancang busana muslim; 2) Nani Zulminarni (aktivis LSM), yang menggiatkan pembentukan koperasi bagi janda-janda serta sebagai ketua Pemberdayaan Kepala Keluarga Perempuan (Pekka); 3) Prof. Edi Sedyawati (budayawan) yang aktif berkesenian tradisional melalui Ikatan Seni Tari Indonesia; 4) Bunda Iffet Veceha Sidharta (manajer grup musik Slank), yang mampu membawa personil Slank keluar dari ketergantungan narkotika dan obat-obatan; 5) Dr. Eniya Listiani Dewi (ilmuwan) yang membuat terobosan pengembangan sinar matahari menjadi arus listrik; 6) Maria M. Hartiningsih (wartawati), yang kerap menulis artikel seputar perempuan; 7) Sri Wulandari (pendidik), yang menggagas Forum Putra Daerah Peduli Pendidikan; 8) Marwah Daud Ibrahim (politisi) yang dianggap sukses memperjuangkan sekolah berbasis unggulan lokal di kabupaten/kota dan menginspirasi perempuan terjun, berjuang dan berkontribusi di ranah politik a.l. dengan melalui affirmative action 30% di parlemen.

Sebenarnya, beberapa waktu lalu saya sempat membaca pengumuman di sebuah majalah perempuan, yang mengundang masyarakat mengusulkan nama-nama calon 8 inspiring women melalui SMS dengan format: PKS (spasi) nama pengusul (spasi) usia pengusul (spasi) kota pengusul (spasi) nama yang diajukan (spasi) alasan.

Hari-hari terakhir sebelum acara penganugerahan, saya juga mengikuti berita di koran dan di situs internet yang santer membicarakan PKS Award beserta beberapa nama nominator: a.l.: Siti Hardianti Rukmana (Mbak Tutut), Ibu Megawati Soekarnoputri (Ketum PDIP), Ibu Ani Yudhoyono (pelopor mobil pintar), Ibu Mufidah Kalla (aktif di kegiatan sosial), Ibu Siti Fadilah Supari (Menkes).

Saya tidak pernah membaca dan bahkan juga tidak membayangkan diri saya termasuk nominator untuk mendapatkan anugerah sebagai perempuan yang memberikan inspirasi. Apalagi belakangan ini saya jarang sekali muncul di media.

Namun saya menemukan berbagai hikmah di balik penghargaan ini. Antara lain: kita harus yakin bahwa realisasi kepedulian sosial yang kita lakukan tidaklah sia-sia. Masyarakat tidak buta dan tuli; mereka melihat, mendengar, serta mencermati apa yang kita lakukan. Mungkin salah satu penyebab saya masuk nominator adalah karena beberapa tahun terakhir ini saya rajin berkeliling di tengah masyarakat melakukan pelatihan MHMMD dan program pengembangan unggulan lokal, serta kegiatan terkait dengan tugas sebagai Presidium ICMI dan ketua Pokja Forum Kawasan Timur Indonesia.

Selain itu saya sering mengisi acara seminar, dialog dan pelatihan perempuan, khususnya dalam bidang politik. Selain di forum PKS, saya juga pernah mengisi acara di PBB, di PPP bahkan pelatihan caleg lintas partai yang diadakan The Asia Foundation bersama Ibu Ani Sucipto (Universitas Indonesia) dan Norwegian Embassy, diikuti calon legislator perempuan dari PDIP, Golkar, Demokrat, PDS, PKB, PKS, PAN, Partai Buruh, dll.

Hal lain yang tak kalah penting adalah campur tangan-Nya. Dari hasil renungan saya, saya yakini ini bukan sebuah kebetulan, tapi sebuah miracle. Majalah Ummi sudah lama minta berwawancara; terakhir saya ketemu wartawannya di kediaman Dubes Inggeris dan ketika itu disepakati waktu wawancara. Ternyata wawancara berupa profil kegiatan saya dalam keluarga dan di masyarakat dimuat lengkap dalam majalah yang juga memuat pengumuman meminta masyarakat memajukan nominator 8 inspiring women itu.

Maka, saat diminta menyampaikan pesan dan kesan pada forum pemberian penghargaan itu, saya tentu tak lupa memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT, serta terima kasih kepada masyarakat disertai pesan yang isinya lk. sbb: Pertama, mengapresiasi PKS yang telah mengembangkan kebiasaan positif dengan memberikan penghargaan kepada pahlawan, kepada tokoh pemuda dan malam ini kepada kaum perempuan.

Kedua, menyampaikan bahwa saya sering ditanya kok belakangan ini jarang muncul. Saya jawab: "Dulu sebelum reformasi semua orang diam, jadi saya lantang berbicara. Sekarang ketika orang semua bicara, maka saya sibuk keluar masuk desa bekerja bersama rakyat."

Ketiga, menyampaikan pesan khusus kepada kaum perempuan Indonesia untuk tidak segan berkiprah di dunia politik: "Yakinilah bahwa berkiprah dan berperan di bidang politik sama mulianya dengan berkiprah di bidang lain. Yang penting kita luruskan niat untuk mengabdi kepada-Nya dan tulus berjuang untuk kesejahteraan masyarakat."

Apapun, yang paling menarik menurut saya dari semua ini adalah bahwa masyarakat ternyata TIDAK LAGI melihat JABATAN atau KEDUDUKAN FORMAL kita atau SUAMI atau ORANGTUA KITA dalam menentukan pilihan. Pilihan pada 8 inspiring women ini membuktikan bahwa masyarakat kini lebih mencermati KONSISTENSI, DETERMINASI dan KEBERANIAN kita memperjuangkan apa yang kita yakini benar dan bisa memberi manfaat positif sebesar-besarnya for all.

Semoga Tuhan YME --sumber dari seluruh sumber inspirasi-- selalu mengilhami kita untuk menggali inspirasi dari ajaran mulia yang telah diwahyukan kepada manusia melalui Nabi-nabi dan Rasul-rasul pilihan-Nya. Semoga kita semua jadi inspirator, khususnya bagi generasi masa depan bangsa. Amiin!
Salam NUSANTARA JAYA 2045.

marwahdi@yahoo.com dan www.marwahdaud.com

15 Desember 2008

KELUAR DARI JERATAN KAPITALISME


Dalam penerbangan Jakarta ke Makassar tanggal 5 Desember lalu, saya menjumpai artikel menarik di suratkabar Seputar Indonesia tentang German Sterligov, mantan multimiliuner Rusia yang kini masuk desa menjadi peternak domba. Saya kemudian mencari tambahan informasi dari mesin google tentang sosok menarik ini.

Ketika krisis keuangan melanda dunia, termasuk Rusia, banyak pengusaha yang kelimpungan. Sterligov rupanya tak kehilangan sesenpun akibat krisis finansial global tersebut. Kenapa? Ya, karena sejak beberapa tahun yang lalu ia telah meninggalkan kehidupan glamour sebagai pengusaha kaya untuk menjadi peternak dan petani di pedesaan terpencil di Rusia.

Perjalanan bisnis Sterligov memang cukup menarik; bahkan saat masih berusia 24 tahun, ia telah tampil sebagai multimilyuner kedua Rusia. Ketika Rusia baru saja membuka diri, Sterligov mendirikan perusahaan atas namanya sendiri. Ia berkiprah di sektor jasa keuangan. Di puncak kesuksesannya ia menjadi "taipan" dengan ratusan juta dolar dan puluhan bisnis. Ia tak cuma berkantor di Moscow, tapi juga di Wall Street New York, dan Curzon Street di Pusat London. Ia pun memiliki villa megah di Rublyovka, kawasan mewah di pinggiran kota moscow dengan pekerja mencapai 2500 orang.

Keinginannya untuk melakukan perubahan sosial mendorong ia mencalonkan diri sebagai Walikota Moskow, Gubernur Siberia, bahkan Calon Presiden Russia melawan Presiden Vladimir Putin pada pemilihan ulang 2004. Ia kalah dan menyisakan banyak utang. Ia kemudian memutuskan menjual semua asset, stock, property untuk membayar utangnya. Sisa uang sebanyak US 100.000 dollar dipakai membangun tiga rumah kayu sederhana dan membeli beberapa ekor domba.

Apa komentarnya tentang hidup barunya? Seperti yang disampaikan kepada wartawan AP dan BBC, "My life has never been better," hidup saya tak pernah lebih baik dari saat ini. Istrinya, Alyona Sterligova, awalnya agak sulit menyesuaikan diri. Tapi bersama lima orang anak mereka, kini mereka merasa hidup bahagia.

"Saya tak akan kembali ke jalan kapitalis tradisional. Kolega lama saya menghargai keserderhanaan dan kemandirian hidup yang kami jalankan, punya 100 domba, seekor kuda, seekor sapi, beberapa ekor kambing dan unggas." Tinggal di sebuah rumah kayu dengan perabotan lokal, serta peralatan kerja dua traktor, satu bulldozer, Toyota tua dan kereta kuda untuk kendaraan musim dingin, buat keluarga Sterligov sudah lebih dari cukup. Memang sejak, di puncak kejayaannya sebagai milyarder tempo hari ia menjauhi gaya hidup foya-foya. Ini mungkin pengaruh dari kehidupan spiritual yang didalaminya sejak lk. 10 tahun lalu.

Untuk keluar dari krisis keuangan global, Sterligov mengusulkan pola transaksi komoditas dengan cara barter barang secara elektronik, tidak berhubungan dengan dollar, Euro atau Rubel. Skema ini dinilai Sterligov bisa menyelamatkan keuangan Rusia yang sedang tenggelam.

"Kolega saya cemburu. Mereka hidup dalam penjara rutinitas. Tahun 1990-an saya mengalami hal yang sama, ketika tidak ada tujuan lain dalam hidup saya selain menjadi kaya. Dan saya berhasil. Sekarang kalau saya diancam begini: ambil alih 5 pabrik atau kamu ditembak, saya akan jawab: tembak saja saya. Saya tidak menginginkan itu lagi."

Pertanian akan menjadi lahan baru bagi orang kaya Rusia; banyak dari mereka sedang melirik tanah dan sapi. Logam tak lagi menjadi favorit. Domba, sapi, gandum, minyak zaitun, dan madu menjadi emas. "Ya. Ke depan nilai produk pertanian seperti emas." Katanya meyakinkan.

Bagaimana di Indonesia? Saatnya kita merenungkan makna terdalam sukses dan bahagia, yang ternyata tidak identik dengan tumpukan uang. Saatnya kita memberi perhatian pada kegiatan pedesaan: Pertanian, peternakan, perikanan, dll. Kalau Sterligov, multimilyarder dari Rusia tertarik kembali ke desa, masa di Indonesia kita ramai-ramai telantarkan desa.

Ayo saatnya bangkit dari Desa. Salam Perhimpunan Masyarakat Desa Nusantara (PMDN).
Salam NUSANTARA JAYA 2045.

marwahdaud@yahoo.com dan www.marwahdaud.com

Foto:BBC News

13 Desember 2008

“IDUL KURBAN dan BUNDA SITI HAJAR”


Pada hari Raya Idul Adha atau dikenal juga dengan Idul Kurban umat Islam di seantero dunia akan kembali mengenang kisah Nabi Ibrahim AS saat menerima perintah dari Allah SWT untuk menyembelih dan mengurbankan anak kandungnya Ismail demi kecintaannya dan keikhlasannya kepada Allah SWT. Pelaksanaan amalan keluarga Nabi brahim AS juga merupakan rangkaian penting dari ibadah haji.

Kita pun kembali akan diingatkan betapa berat bagi Nabi Ibrahim AS. menyampaikan pesan kepada anak kandung yang disayanginya: "Wahai anakku, saya melihat dalam tidur, bahwa saya diperintahkan menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu." Kita pun akan dengan penuh haru mendengar jawaban penuh keikhlasan dari Ismail AS: "Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (oleh Allah) kepadamu, kau akan mendapatkanku termasuk orang yang sabar."

Betapa mesra panggilan ayah dan anak di saat suasana demikiam mencekam dan mendebarkan dan harusnya penuh haru itu. Betapa ikhlas mereka untuk memenuhi perintah Tuhan.

Izinkan saya dalam perspektif keadilan jender, mengajak kita melakukan flashback lebih jauh lagi ke belakang, untuk mengingat bahwa sesungguhnya ada seorang tokoh IBU, yang sangat berperan dalam proses pendidikan usia dini yang sudah disiapkan Allah SWT kepada Nabi Ismail, yaitu Bunda Siti Hajar. Sesuatu yang sangat perlu -- tapi jarang kita angkat -- agar dengannya bisa menjadi pembelajaran bagi kita dalam mendidik anak dan generasi masa depan.

Sering betul disampaikan bahwa "semua Nabi adalah pria" tapi kita sering lupa, atau sengaja melupakan bahwa sesungguhnya di banyak kisah para Nabi tersimpan atau tersembunyi cerita keteladanan atas peran kaum perempuan yang mengandung pembelajaran dan hikmah untuk kita renungkan dan teladani. Sayang sekali sering kita luput untuk menyampaikannya.

Saya teringat, ketika dalam suatu acara berbagi di pelatihan MHMMD di kantor Simpul ICMI Center, hampir semua peserta menitikkan air mata ketika seorang peserta menceritakan penggalan kisah ketabahan dan keikhlasan Siti Hajar yang masih menyusui bayi Ismail, ketika akan dan setelah ditinggal oleh suami yang dicintainya, Nabi Ibrahim AS.

Begini kurang lebih inti kisahnya: "Mari kita membayangkan kejadian mengharukan yang terjadi ribuan tahun lalu, ketika seorang Ibu bernama SITI HAJAR, yang tidak lagi muda, bersama suami bernama IBRAHIM dan anak bayinya bernama ISMAIL tiba di tempat yang kini bernama Mekah di tengah terik matahari di padang pasir tandus tanpa persediaan makanan dan minuman memadai. Dalam keadaan galau tiba-tiba sang suami pamit dan berjalan pergi untuk meninggalkan sang istri dan anak bayi mereka."

Siti Hajar pun heran dan memperhatikan sikap suaminya dan bertanya; "Hendak kemanakah engkau suamiku? "Sampai hatikah engkau meninggalkan kami berdua ditempat yang sunyi dan tandus ini?"

Pertanyaan itu berulang kali, tetapi Nabi Ibrahim tidak menjawab sepatah kata pun. Ia tetap melangkah meninggalkan istri dan anaknya. Siti Hajar pun bertanya lagi; "hendak kemanakah engkau Ibrahim? Sampai hatikah engkau meninggalkan aku dan anak bayimu di tengah padang tandus ini?" Lagi-lagi tidak dijawab oleh Nabi Ibrahim.

Siti Hajar kemudian bertanya sambil menangis: "Apakah ini perintah dari Allah?" Barulah Nabi Ibrahim menjawab; "ya." Dan Siti Hajar pun diam, tak bertanya lagi, dan dengan rela melepas suami meninggalkan dirinya dan anak bayinya tanpa siapa-siapa menemani kecuali keyakinan atas Ke-Maha-Kuasaan Allah.

Setelah ditinggal pergi, ia berikhtiar mencari air untuk anak bayi yang kehausan dengan lari dari Safa ke Marwah. Kemudian Allah memunculkan keajaiban dengan pancaran air Zam-zam di dekat Sang Bayi. Pelajaran keihklasan dari seorang Ibu dan keyakinan dan sikap tawakkal akan ke-Maha-Kuasaan Allah menjadi pelajaran untuk mendidik generasi kemudian.

Didikan penuh keikhlasan dan kepasrahan dari Ibundanya ini memberi pengaruh positif atas keikhlasan Nabi Ismail menerima perintah Allah melalui ayah kandungnya sendiri untuk menyembelihnya. Bisa kita bayangkan kalau Siti Hajar tetap merengek dan minta ditemani oleh Nabi Ibrahim AS. Atau kalau beliau dengan penuh kejengkelan dan rasa frustrasi mendidik dan membesarkan anaknya Ismail dengan marah-marah dan membentak atau mencaci ketika ditinggal pergi oleh suami tercinta.

Saya bahagia ketika saya berniat menulis jurnal tentang peran SITI HAJAR dalam Mendidik Generasi Baru, saya menemukan satu pesan pendek dari Ibu Fifi, penemu JIBBS yang selain mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha sambil meminta kita mengambil hikmah dari ketaqwaan Nabi Ibrahim dan keikhlasan Nabi Ismail AS, seperti pesan lainnya, beliau juga panjang lebar menyampaikan pesan tentang perlunya meneladani perjalanan hidup Siti Hajar a.l:

1) Kepatuhannya pada suami yang diyakini menjalankan perintah Ilahi: "sami'na wa atho'na, saya dengar dan saya patuhi." 2) Ketegaran menerima tanggung jawab dalam kondisi yang sangat berat, walau sendirian dan tak punya apa-apa. 3) Berharap dan bertawakkal hanya kepada Allah karena meyakini bahwa suami berangkat karena perintah Allah. 4) Yakin Allah akan menjaga dan memberi mereka rezeki. 5) Berusaha dan berikhtiar terus sehingga dari tempat yang tandus memancar air Zam-zam, dari tiada menjadi ada,dan berlimpah. 6) Setelah ribuan tahun meninggal, amalannya (berupa Sai dari Safa ke Marwah) tetap diikuti oleh jutaan orang, dan peningalannya berupa sumur Zam-zam bermanfaat untuk jutaan orang dari berbagai belahan dunia.

Semoga kita bisa bisa mendidik generasi masa depan dengan mengambil pelajaran dari ketaqwaan nabi Ibrahim AS, kesabaran Nabi Ismail AS dan ketabahan dan keikhlasan dan sikap tawakkal Bunda Siti Hajar.
Salam Nusantara Jaya 2045.

www.marwahdaud.com dan marwahdi@yahoo.com

11 Desember 2008

“Kami Telah Memberimu Nikmat yang Banyak”


Ketika kecil di Dusun Pacongkang, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, saya belajar memasak dari Ibunda Siti Rahman Indang dan Ayahanda Muh. Daud. Beliau berdua senang mengajak kami, anak-anak beliau dan seluruh anggota keluarga masak bersama. Salah satu masakan favorit keluarga kami adalah "barobbo" yang terbuat dari jagung muda diserut kemudian dibuat sup dengan campuran udang atau ayam dan beragam sayuran.
Ayahlah yang mengajari saya menanak nasi dengan memakai ruas jari tangan sebagai alat ukur, agar air tidak kurang atau lebih, sehingga nasi tidak mentah atau lembek. Ibu mengajari saya membersihkan dan mencari bagian persendian itik atau ayam agar mudah dipotong-potong. Ibu juga yang mengajari saya membersihkan ikan, dan berhati-hati mengeluarkan isi perutnya agar empedunya tidak pecah sehingga tidak pahit.
Tapi ada nilai penting yang sangat berkesan yang saya dapatkan dari beliau berdua yaitu pesan agar kami anak-anaknya selalu membacakan "Surah Al-Kautsar" di bilasan terakhir ketika mencuci makanan sebelum dimasak: "(1) Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. (2) Maka dirikanlah sholat karena Tuhan-mu dan berkurbanlah. (3) Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus."
Makna ayat tersebut dan momen pembacaannya demikian membekas. Mungkin itu sebabnya sehingga saya sangat mudah terkagum-kagum akan betapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada manusia melalui ciptaan-Nya yang aneka ragam untuk dikonsumsi: ayam, itik, kambing, sapi, kepiting, udang, rupa-rupa ikan, sayuran dan buah-buahan, biji-bijian, belum lagi garam dan rupa-rupa bumbu dll. Semua dengan rasa, warna, dan bentuk yang berbeda. Subhanallah, Maha suci Allah dengan segala ciptaan-Nya.
Entah mengapa sejak kecil saya sangat mudah tergetar, dan bisa larut begitu lama ketika mengamati satu-persatu nikmat yang diberikan Allah kepada kita melalui makanan yang kita makan setiap hari. Misalnya, saya pandangi telur itik lalu kemudian untuk waktu yang lama takjub membayangkan kehebatan Allah, Penciptanya, betapa sempurna proses terjadinya telur di perut induknya, proses keluarnya, kemudian kagum pada bentuknya, kulit keras dan kulit arinya, putih dan kuningnya. Begitu sempurna!!! Belum lagi nikmat dari rasanya ketika digoreng jadi telur dadar atau telur mata sapi; ketika direbus atau sesudah diasinkan; atau dijadikan bahan untuk membuat rupa-rupa kue. Betapa nikmatnya!!! Alhamdulillah.
Lebih takjub lagi saya ketika membayangkan telur itik yang isinya berwarna putih dan kuning, setelah dierami bisa menjadi anak itik yang begitu sempurna: ada mata, paruh, kaki, tulang, kulit, daging, bulu, pencernaan. Subhanallah. Proses perenungan tersebut sangat intensif karena di usia SD saya memelihara itik yang telurnya bisa saya ambil dan olah semau saya. Dari merenungkan proses penciptaan itik inilah kemudian disusul dengan kekaguman pada buah-buahan dan sayuran serta makanan lainnya.
Hari-hari sekitar Idul Adha saat ini, tiba-tiba saya teringat betapa meresapnya makna surah Al-Kautsar ketika selain dibaca juga dikaitkan langsung dengan kehidupan sehari-hari, misalnya dengan betapa banyak nikmat yang Allah SWT berikan lewat makanan yang kita konsumsi setiap hari.
Kebiasaan membaca ayat: "Sungguh Kami telah memberikan kepadamu Nikmat yang banyak" sambil mencuci dan memegang rupa-rupa jenis makanan membuat saya sadar betapa beragam nikmat Allah itu telah membuat saya dan teman semanusia saya bisa hidup dan melanjutkan kehidupan.
Lanjutan ayat yang berbunyi "Maka dirikanlah sholat karena Tuhan-mu dan berkurbanlah," menjadi begitu alamiah. Terasa betul "malu" dan "tak tahu dirinya" saya sebagai manusia setelah mendapat begitu banyak nikmat lalu tidak sholat dan tidak siap berkurban sebagai wujud rasa patuh dan syukur saya karena telah diberikan begitu banyak nikmat oleh Allah, Yang Maha Pencipta.
Bacaan dan ikrar: "Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam" terasa menjadi semakin mengena di hati karena meyakini bahwa semua kebutuhan dan keperluan saya yang rupa-rupa jenisnya diberikan oleh-Nya.
Sesungguhnya, dorongan untuk berkurban bisa menjadi bermakna luas. Tidaklah hanya menunggu waktu Idul Adha, dan bukan juga hanya dalam bentuk penyembelihan hewan kurban. Tapi setiap tarikan nafas kita, setiap detik-detik dalam hidup kita harusnya ikhlas untuk kita kurbankan semata untuk-Nya. Bahkan semua milik kita (yang hakekatnya adalah pinjaman dari-Nya) harus ikhlas kita berikan dengan keikhlasan yang semoga mendekati kualitas ikhlas Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS serta Bunda Siti Hajar yang ikhlas melepas dan mengorbankan yang paling dicintai sebagai wujud kepatuhan menjalankan perintah-Nya.
Ada hal penting lainnya yang sudah lama menjadi perhatian saya. Yaitu, bagaimana agar seluruh rakyat Indonesia bahkan seluruh manusia di bumi bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka (terutama kebutuhan makanan). Dengan demikian semua bisa menikmati ciptaan Allah berupa makanan yang rupa-rupa bentuk, warna dan rasanya dan dengannya bisa beryukur dengan cara tekun menyembah dan ikhlas berkurban di jalan-Nya.
Sesungguhnya segenap harta, jiwa dan apapun yang kita "miliki" harus siap kita kurbankan. Caranya, senantiasa berupaya tulus ikhlas memberikan yang terbaik untuk Allah, melalui tangan-tangan makhluk yang dicintainya (mereka yang miskin dan terpinggirkan) selain berupa hewan sembelihan juga berupa pemberian pikiran, waktu, tenaga, sarana dan dana yang kita miliki untuk mencari berperan dalam mensejahterakan mereka.
Semoga momentum Hari Raya Idul Adha tahun ini membuat kita semakin syukur nikmat, tekun sholat dan ikhlas berkurban. Dan semoga orang-orang yang membenci kita (karena iri, dengki atau belum paham pada apa yang kita lakukan) akan terputus. Dan semoga kita akan dipertemukan dan diperjalankan dan dipersatukan dengan orang-orang yang menyayangi, mencintai kita semata karena dan untuk Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
Selamat Hari Raya Idul Kurban. Semoga kita semua rakyat Indonesia diberkahi-Nya. Amiin.
Salam Nusantara Jaya 2045.
www.marwahdaud.com & marwahdi@yahoo.com
Sumber Foto: Harun Yahya Internasional 2004. info@harunyahya.com Hak Cipta Terpelihara. Semua materi dapat disalin, dicetak dan disebarkan dengan mencantumkan sumber situs web ini.

07 Desember 2008

Undangan Ikut Konvensi CAPRES DIB

”.…Dewan Integritas Bangsa berpendapat Ibu merupakan putri terbaik bangsa yang layak untuk maju sebagai Calon Presiden RI 2009-2014. Apabila Ibu berkenan mengikuti konvensi, kami mengundang Ibu bersilaturrahmi dengan DIB pada hari Kamis, 4 Desember 2008. Atas nama TIM 45 DIB, Tertanda KH. Salahuddin Wahid dan Pdt. Nathan Setiabudi.” Demikian penggalan isi surat DIB tertanggal 25 Desember 2008 yang diantar langsung kepada saya oleh Lieus Sungkharisma, Koordintor Nasional Komtak (Komunitas Tionghoa Anti Korupsi) pada malam hari yang sama.

Hari Rabu, 4 Desember 2008 bersama Mas Fahrizal, Mas Yusron Aminullah, Ibu Alita Marsanti, Mas Rahu, menyusul kemudian Pak Heru dan Pak Jawahir, kami berangkat ke Gedung Joang 45, jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, memenuhi undangan DIB. Sebelumnya, kami mendiskusikan dan mencatat hal penting untuk disampaikan yang terdiri atas tiga bagian: pesan/statemen, pertanyaan dan usulan. Kami juga berkesempatan berbincang akrab dengan Bapak Roh Basuki dan Pak Bambang dari DIAN Desa, penggagas dan penerbit Majalah Trubus, serta wawancara dengan beberapa rekan wartawan.

Acara silaturrahmi DIB dihadiri oleh enam orang peserta Konvensi Capres: Dr. Fadel Muhammad (gubernur Gorontalo), Marwah Daud Ibrahim (anggota parlemen), Dr. Rizal Ramli (mantan menteri), Sri Sultan Hamengku Buwono X (gubernur DIY), Taufiqurrahman Ruki (mantan ketua KPK), Dr. Yuddy Chrisnandi (anggota parlemen). Pak Taufik menyatakan tidak ikut konvensi dan akan berkonsentrasi dalam pencalonan sebagai anggota DPD di Banten. Bambang Sulastomo yang tadinya Anggota Tim 45, menyatakan siap menjadi peserta capres.

Gus Solah dan Pdt. Nathan menyampaikan alasan mengapa DIB melaksanakan konvensi calon presiden alternatif. Salah satu alasannya adalah bahwa selama ini di Indonesia pemilih langsung digiring ke proses election, proses selection yang terbuka secara fair belum dilaksanakan secara memadai. Kalau kita lihat konvensi di Amerika, proses seleksi untuk mencari yang berkualitas melibatkan rakyat, media dan dapat diikuti secara terbuka berbulan-bulan. Beda keduanya adalah: election lebih mengutamakan suara dan popularitas dan bisa dibeli, selection mengutamakan kualitas yang dihasilkan (earned, learned, worked on) dengan “keringat” otak serta hati, dan tak bisa dibeli.

Pdt Nathan juga memaparkan tentang konsep integritas yang bukan saja merangkum pendekatan system thinking dan governance tapi juga mengeksplisitkan dimensi moral etis. Dengan harapan terwujudnya kemajuan, kecerdasan, keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Para peserta konvensi diminta untuk menyusun VISI STRATEGIS yang berisikan kerangka pemikiran yang dinilai efektif untuk menghadapi seluruh persoalan bangsa, disertai dengan statemen tentang political will yang pro-rakyat. VISI STRATEGIS ini diajukan dalam format:

1) Semua Soal Dalam Satu Genggaman. Gambaran menyeluruh keadaan bangsa, ringkas dan koheren (mencakup semua) bisa dipresentasikan dan disimak dalam waktu lk. 20 menit.

2) Rangkaian Prioritas Utama. Memilih beberapa prioritas utama dalam status rangkaian logika yang mudah dimengerti dan dirangkai, bisa menumbuhkan kepercayaan rakyat dan dilengkapi penjelasan tentang the rationale, the why, serta the how-nya.

3) Platform Solusi, terdiri atas platform (prinsip dan kebijakan): siapa cawapres/pasangan yang dinilai cocok; format kabinet dan nama menteri yang memungkinkan mesin pemerintahan bisa berjalan terpadu dan efisien; sistem koordinasi dan evaluasi secara terbuka.

Rangkaian konvensi sederhana DIB dengan alur sbb:

1) Diskusi kiritis dengan TIM 45 (Desember 2008).

2) Presentasi VISI STRATEGIS peserta di 12 kota di depan lk. 300 audiens yang diundang,

dilanjutkan dengan tanya jawab dan penilaian dari audiens.

3) Diskusi Tim 45, publikasi ke media (Maret-April 2009).

4) Diharapkan banyak pemilih (khususnya golput) tercerahkan oleh VISI Strategis dan ikut

memilih calon legislatif dari partai yang akan mencalonkan Capres Pilihan DIB.

Setelah pengantar DIB, para calon peserta Konvensi Capres DIB diminta menyampaikan pendapat, saran atau pertanyaan. Selain menyatakan kesediaan calon peserta konvensi juga menanyakan berbagai teknis pelaksanaan konvensi, tentang daftar usulan anggota kabinet, jadwal konvensi di daerah, dan partai pendukung.

Ketika giliran itu datang kepada saya justru yang muncul adalah catatan hasil istikharah dan kontemplasi saya di atas sajadah usai rangkaian sholat malam, sholat subuh dan bacaan Al-Qur’an terjemahan pagi ini.
Sehingga statemen yang keluar kurang lebih sbb: “Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang… hati saya sungguh tergetar ketika pertama kali saya mendapatkan informasi tentang 8 ormas kepemudaan bersama membentuk DIB. Pemuda dari latar agama berbeda. Bayangkan, dari NU dan Muhammadyah, dari Katolik dan Protestan, Hindu, Budha, Konghuchu yang biasanya dilihat perbedaannya kini bergandeng tangan dan terdorong untuk mengambil peran dalam proses yang sangat penting ini. Teman Tionghoa yang sering dinilai sibuk berbisnis ternyata juga peduli melalui Komunitas Tionghoa Anti Korupsi. Saya meyakini Allah punya rencana besar untuk bangsa ini, dan kita menjadi alat-NYA untuk mewujudkannya.”

Hari ini kita kembali melihat bagaimana tokoh dari beragam latar belakang yang masuk dalam Tim-45. Sungguh pun dunia dilanda krisis ekonomi dan Indonesia mulai terkena imbasnya, pertemuan hari antara lain diadakan agar ketika dunia dilanda pesimisme kita bisa menggelorakan optimisme dan pikiran positif. Kita bahkan bisa mengatakan bahwa dibalik krisis tersimpan peluang. Perhatikan bagaimana biji lama menua, membusuk untuk membuka jalan lahirnya kecambah dan tunas baru. Saya bisa membayangkan bahwa dunia dan bangsa ini ibarat sedang membusuk untuk menyiapkan kecambah peradaban baru, kepemimpinan baru.” Sekali lagi saya yakin ini bagian dari rencana Allah. Insya Allah kita DIPERTEMUKAN oleh YANG MAHA PERENCANA untuk tujuan yang mulia.

Mari kita menyatukan langkah, menyatukan tekad kita, yakinilah bahwa walaupun berbeda cara kita memanggil-Nya atau menyembah-Nya pastilah PENCIPTA KITA SATU. Semoga kita dalam bimbingan cahaya-Nya seperti difirmankan-Nya: “Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang dikehendaki. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

Untuk itu dengan semata mengharap Ridho dari Allah SWT dan mengharap doa dan dukungan dari rakyat dan masyarakat Indonesia, Bismillahirrahmanirrahim saya nyatakan siap mengikuti Konvensi Capres RI 2009-2014 yang dilaksanakan oleh DIB.”

Setelah mendengar pendapat, saran, usulan dan pertanyaan dari peserta maka Panitia Konvensi mengumumkan jadwal Konvensi DIB di 12 kota; Yogyakarta(10 Januari), Padang (13 Januari), Surabaya (17 Januari), Denpasar (24 Januari). Medan (31 Januari). Bandung (3 Februari), Banjarmasin (7 Februari). Makassar (14 Februari), Gorontalo (16 Februari), Ambon (21 Februari), Jayapura (28 Februari), Jakarta (7 Maret).

Gus Solah, menyatakan bahwa proses dan hasil konvensi DIB akan disalurkan melalui Partai Politik, beberapa di antaranya yang sudah dijajaki adalah: Partai Buruh, PNBK, PPNUI, dan PKNU, “dan diyakini akan bertambah lagi, dan diharapkan pada saatnya nanti bisa memenuhi syarat pengajuan Capres.”

DIB, terima kasih atas kepercayaannya. Salam Nusantara Jaya 2045.

http://www.marwahdaud.com dan marwahdi@yahoo.com

05 Desember 2008

UNIVERSITAS PARAMADINA

Dalam kesempatan mengikuti dialog Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie di Universitas Paramadina saya mendapatkan banyak kesan menarik tentang universitas yang ternyata tahun kelahirannya sama dengan tahun awal reformasi; yaitu pada tahun 1998 atau saat B.J. Habibie menjadi wakil presiden dan kemudian menjadi presiden Republik Indonesia.

Yang paling menarik tentu saja adalah idealisme dan misi Universitas Paramadina. Dalam profil universitas, Anis Baswedan, Ph.D. menyatakan: "Universitas Paramadina lahir atas landasan idealisme, bukan merespon peluang bisnis pendidikan. Ia lahir berlandaskan kepedulian atas kondisi masa kini dan masa depan bangsa, membangun masyarakat madani yang terdidik dan beretika."

Bima Arya Sugiarto, Ph.D., Dosen Hubungan Internasional alumni Australian National University menambahkan: "Pendidikan adalah proses pemerdekaan pondasi kultural yang kokoh pada institusi pendidikan yang sangat penting. Paramadina dibangun di atas pondasi kultural yang tegas dan kokoh, yaitu tradisi inklusivitas, pluralitas dan demokrasi. Pesona tradisi inilah yang membuat saya bangga menjadi bagian dari Paramadina."

Simak pula apa yang pernah disampaikan oleh Prof. Dr. Nurcholish Madjid, pendiri dan rektor pertamanya: "Universitas Paramadina mengemban misi untuk membina ilmu pengetahuan rekayasa dengan kesadaran akhlak mulia demi kebahagiaan bersama seluruh umat manusia, melalui penciptaan lingkungan kampus sebagai pusat ilmu dan budaya, yang memiliki tradisi masyarakat ilmiah yang kreatif dan civitas akademika yang berkepribadian teguh dan sikap yang menjunjung tinggi kebebasan mimbar akademik."

Daya tarik lain kampus ini adalah suasana akrab dan egaliter. Di dalam kampus yang ditata apik dan asri ini kita melihat mahasiwa sibuk membaca atau berdiskusi ringan dengan teman mahasiswa, atau membuka laptop di koridor, tak lupa memberikan sapaan akrab kepada para tamu. Di ruang pertemuan dengan dinding yang dihiasi histogram perkembangan matematika, para tamu yang hadir antara lain, Ibu Pia Alisyahbana, Bapak Ishadi, Bang Akbar Tandjung, Pak Habibie dan Ibu Ainun yang berbaur akrab bersama tokoh inti Universitas Paramadina seperti Mas Utomo Danandjaya, rektor dan para pembantu rektor. Setelah acara seminar dan sholat Jum'at, kami sempat diajak melihat ruang Cak Nur (yang kini dipakai oleh rektor, yang interiornya tidak diubah).

Hal lain yang menarik adalah universitas belia ini dipimpin oleh tokoh muda tamatan berbagai universitas dalam dan luar negeri: Anies R. Baswedan, Ph.D., Rektor, doktor dari Northern Illinois University, USA serta MA dari University of Maryland, College Park, USA, dan sarjana ekonomi dari UGM. Totok A. Soefijanto Ed.D., Deputi Rektor Bidang Akademik, Doktor Boston University, Master dari Emerson College, Massachusetts, USA, dan alumni IPB. Wijayanto, MPP, Deputi Rektor Bidang Kerjasama, Pengembangan Bisnis dan Kemahasiswaan, Master dari Georgetown University, Washington, D.C., USA, alumni UGM; dan Bima P. Santosa, Ak. MFM., Deputi Bidang Keuangan dan Operasional, Master dari Melbourne University, Australia, dan Sarjana STAN. Sang Rektor bahkan menyampaikan bahwa, ketika pertama kali bertemu Pak Habibie, ia masih siswa SMA.

Saya menyaksikan impian tentang Universitas Paramadina mulai mewujud, impian yang sering disampaikan oleh Prof. Dr. Nurcholish Madjid dkk. pendiri dan juga saya ikuti melalui tulisan atau pernyataan oleh Dr. Yudi Latief --yang turut berperan merumuskan konsep dasar di awal pendiriannya, yaitu menyiapkan kader masa depan bangsa yang memiliki karakter dan nilai-nilai ke-Islaman, Ke-Modernan dan Ke-Indonesiaan dengan kompetensi leadership, entrepreneurship dan ethic yang kuat. Salah satu terobosan penting di universitas ini adalah seluruh mahasiwa harus mengambil kuliah tentang pencegahan korupsi.

Pertanyaan-pertanyaan yang cerdas dan berani yang disampaikan dengan santun oleh para mahasiwa Paramadina kepada Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie dalam dialog hari itu memperlihatkan bahwa Paramadina menjalankan visi dan misi sesuai impian dan harapan pendirinya. Cak Nur telah meninggalkan sebuah legacy, warisan, yang manfaatnya lebih panjang dari usia beliau.

Kepada seluruh civitas akademika Universitas Paramadina kami ucapkan: Selamat menyiapkan kader masa depan bangsa, yang seperti diperlihatkan Bapak Habibie, penuh dengan tantangan sekaligus peluang.

Selamat menyongsong Nusantara Jaya 2045.

(www.marwahdaud.com & marwahdi@yahoo.com)

03 Desember 2008

The Habibie Center dan Kepemimpinan Nasional

The Habibie Center (THC) pada tanggal 25 November 2008, bertempat di Ballroom Hotel Gran Melia, mengadakan rangkaian acara rutin tahunan berupa penganugerahan The Habibie Award dan Beasiswa S-3 serta seminar dengan tema "Pemilu 2009: Konsolidasi Demokrasi dan Transformasi Kepemimpinan Nasional."

Dr. Ahmad Watik Pratiknya atas nama THC memberikan pengantar seminar berjudul "Krisis Kepemimpinan dan Kepemimpinan dalam Krisis: Refleksi THC tentang Kepemimpinan Nasional."

Beberapa hal menarik disampaikan dalam refleksi THC tentang kepemimpinan nasional antara lain: Pertama, sesungguhnya banyak potensi (muda) yang berkualitas di partai maupun sumber yang lain untuk jadi presiden, masalahnya adalah sedang terjadi "sumbatan" pada proses rekruitmen dan aktualisasi potensi calon.

Kedua, THC juga mencermati bahwa bangsa Indonesia sedang mengalami sindrom kepemimpinan "semu" (quasi leadership syndrome). Attitude lebih sebagai politisi dari pada sebagai pemimpin (leader); Behavior lebih transactional daripada transformative; dan dalam action dan decision lebih simbolik (hadir secara fisik yang dirundung krisis, kunjungan ke lokasi bencana) daripada functional (aksi nyata berupa keputusan atau kebijakan yang tertata, terukur dalam mengatasi persoalan secara tepat dan cerdas).

Ketiga, banyak pemimpin melihat kekuasaan sebagai tujuan dan bukan sebagai alat mencapai tujuan. Kepemimpinan transactional lebih diambil dengan pertimbangan "untung rugi" seperti perdagangan, bukan benar-salah atau tepat-melenceng; mengandalkan hard power seperti perintah, reward, hukuman dan kepentingan pribadi (self interest) sementara kepemimpinan transformative berorientasi pada perubahan demi mencapai tujuan, dengan melibatkan sebanyak mungkin pengikut serta lebih memanfaatkan soft power seperti; memberi contoh, memotivasi pengikut untuk memiliki idealisme dalam mencapai tujuan.

Keempat, Dr. Watik kemudian mengutip Karen Boehnke dkk (1998) yang melakukan penelitian lintas budaya dan menemukan bahwa pemimpin transformational memiliki kesamaan perilaku: Visioning (mampu memberikan rumusan masa depan, ke mana kita akan mengarah); Inspiring (mampu menimbulkan kegairahan); Stimulating (bisa merangsang minat); Coaching (bisa memberikan bimbingan) dan Team Building (mampu membangun tim kerja yang solid).

Kelima, dalam krisis urutan kriteria pemimpin menurut The Habibie Center adalah: 1) Kriteria Utama (decisive) yang berarti kemampuan mengambil keputusan secara cepat dan tepat waktu serta akurat serta mampu menjalankan keputusan dan mengelola perubahan secara sistemik; 2) Kriteria Dasar (kapabilitas) memiliki visi dan pandangan jauh kedepan, bisa mengarahkan dan memobilisasi rakyat mencapai tujuan, punya kecerdasan emosional dan bisa berempati serta kemampuan komunikasi, memahami dinamika daerah serta visi internasional dalam bentuk track record yang nyata; dan (integritas moral, kejujuran publik, adil, tak tersangkut KKN atau kasus asusila; 3) Kriteria Pendukung (akseptabilitas) atau bisa diterima atau dapat dukungan publik.

Dr. R. Siti Zuhro (THC), mengingatkan bahwa makna pemilu bukanlah sekadar pembeda antara sistem demokrasi dan otoriter tapi merupakan sarana suksesi kepemimpinan secara demokratis, untuk mencari pemimpin yang berintegritas, kredibel, kapabel, akseptabel, akuntabel, visioner dan berani dan tegas dalam membuat dan menjalankan keputusan, memiliki jiwa kenegarawanan, solidarity maker, berwawasan daerah, nasional dan internasional, dan mampu menyelesaikan masalah mendasar bangsa dan bisa membawa perubahan.

Prof. Dr. Dewi Fortuna Anwar (THC), mengingatkan bahwa presiden adalah icon yang tidak bisa didelegasikan. Perlu memahami kompleksitas global dan keterkaitan luar dan dalam negeri. Pemimpin nasional perlu mengartikulasikan kepentingan nasional dan pandangan tentang tatanan regional dan global di setiap panggung.

Prof. Dr. Sofian Effendi (THC) melihat pentingnya peran birokrasi, dan memberikan kriteria pemimpin nasional sbb: Integritas dan kepribadian tinggi, kredibilitas, kapabilitas, akseptabilitas, akuntabilitas, visioner, pemberani, negarawan, solidarity maker dan berwawasan global. Ia juga mengingatkan bahwa saat ini ada 503 kabupaten/kota dengan sumber pembiayaan 90 persen dari pusat, dan 80 persen dari dana tersebut untuk kepentingan rutin pengelolaan pemerintahan, hanya 20 persen untuk kesejahteraan masyarakat. Pemimpin nasional perlu mencermati hal ini secara khusus.

Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidayatullah). Menyatakan bahwa kalau dulu Bung Karno political builder, Pak Harto economic builder, pemimpin sekarang harus menjadi cultural and education builder. Pemimpin yang diperlukan saat ini adalah civilization builder yang bisa mengkombinasikan ketiga kapasitas di atas, dengannya diharapkan mampu pula menyatukan pilar ekonomi, masyarakat, birokrasi, universitas dan media. Harus ada impian besar untuk mengikat kebersamaan.

Dr. Anis Baswedan menyatakan pemimpin Indonesia harus bisa memberikan optimisme. Adalah sebuah ironi bahwa dulu di Zaman Bung Karno penduduk mayoritas miskin dan tidak terdidik, sedang dijajah sehingga kita punya semua alasan untuk pesimis, tapi Bung Karno dan pejuang segenerasinya memunculkan sikap optimisme. Saat ini kita punya semua alasan untuk menjadi optimis tapi kita, termasuk media, dilanda oleh gelombang pesimisme kolektif. Jadi self defeating nation. Salah satu tugas pemimpin adalah menimbulkan optimisme.

Para pembicara mengingatkan bahwa Pemilu 2009, harus menjadi arena konsolidasi demokrasi. Dewi Fortuna menegaskan bahwa demokrasi bukan alat tapi nilai (values) yang harus diperjuangkan. Anis Baswedan mengingatkan agar kita tidak hanya sibuk memikirkan input tapi juga ouput delivery dan manfaat dan jelas serta rangkaian dan komponen arsitek demokrasi.

Prof. Ing. B.J. Habibie yang mengkuti dengan saksama dialog dan menjadi penanggap mengingatkan perlunya pemimpin fokus pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Serta mengingatkan tentang pentingnya peran agama, budaya, dan iptek dalam proses pengembangan peradaban.

Kepemimpinan adalah faktor penting untuk mewujudkan Nusantara Jaya. Rangkaian studi dan seminar The Habibie Center telah membantu kita untuk melihat dengan perspektif yang lebih tajam dan luas. Tantangan kita adalah mencari, menemukan dan membentuk barisan kepemimpinan nasional yang tangguh dalam era tarikan globalisasi di satu ujung dan tarikan otonomi daerah di ujung yang lain.

Mari kita lakukan dengan hati. Salam Nusantara Jaya 2045.

www.marwahdaud.com dan marwahdi@yahoo.com

01 Desember 2008

Bank Muamalat dan A. Riawan Amin

Tutur kata dan bahasanya sangat lembut dan santun tapi isi pesannya sangat keras, mendasar, bahkan bisa dikatakan radikal. Itulah Bapak A. Riawan Amin, Direktur Bank Muamalat Indonesia.

Di berbagai buku yang ditulis, wawancara yang disampaikan, kita dapat melihat betapa tajam argumentasi dan betapa jauh visi beliau yang intinya adalah: sudah saatnya dunia mengubah tatanan sistem ekonomi yang membuat kaya segelintir orang, menjadi sistem yang membuka peluang sejahtera bagi seluruh anggota masyarakat sesuai dengan tuntunan Allah yang Maha Pencipta dan Maha Adil.

Sepuluh tahun terakhir beliau membawa perubahan yang sangat mengagumkan di Bank Muamalat, Bank Syariah pertama Indonesia yang digagas awal MUI dan ICMI. Bayangkan di saat dunia dan Indonesia dilanda krisis, di bawah kepemimpinan Bapak A. Riawan Amin, Bank Muamalat mencatat pertumbuhan 400 persen dibanding tahun 1998. Dari semula beraset Rp 500 milyar menjadi Rp 12 trilyun dengan jumlah nasabah melonjak menjadi 2,5 juta sehingga mendapatkan rekor Muri.

Suksesnya menangani BMI membuat A. Riawan Amin, tokoh kelahiran Tanjung Pinang, 27 April 1958, dan Alumni Teknik Arsitektur New York Insitute of Technology, USA kemudian berturut-turut dipercaya menjadi Director International Islamic Financial Market (IIFM) di Bahrain (2004); Director General Council for Islamic Banks and Financial Institutions (CIBFI) juga berpusat Bahrain dan Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) keduanya di tahun 2007.

Bapak A. Riawan Amin, salah seorang Dewan Pakar ICMI, memberikan pikiran dan prediksi menarik tentang rapuhnya system keuangan dunia saat ini bahkan sebelum krisis besar melanda Amerika. Ketepatan analisisnya membuat pikiran dan kiprahnya yang biasanya dapat kita ikuti di Republika, kini semakin banyak diulas di beragam media, salah satu yang komprehensif adalah pada tanggal 15 November 2008 berupa profil lengkap di Rakyat Merdeka.

Dari berbagai analisis, argumen dan usulan penting yang beliau kemukakan ada 5 hal yang menarik untuk kita cermati: Pertama, Ia meyakini bahwa sistem keuangan konvensional tidak bisa memberikan pemerataan kemakmuran. Tugas pemerintah adalah memastikan tidak ada orang yang terlalu susah. Tapi akan banyak orang akan terlalu susah kalau ada segelintir orang dibiarkan terlalu kaya seperti yang terjadi saat ini. Ia mencontohkan Amerika serikat yang satu persen warganya mengontrol 40 persen aset warga Amerika Serikat, negara yang dijuluki the father of Capitalism.

Kedua, ia menilai bahwa krisis moneter yang terjadi saat ini disebabkan oleh transaksi valuta asing (valas) dunia yang mencapai 1,5 trilyun dolar AS per hari, padahal hanya 2 persen dari total transakasi yang masuk pasar barang produksi/jasa serta aktivitas impor-ekspor; sedangkan 98 persen sisanya adalah murni spekulasi, judi yang tak ada hubungannya dengan produksi, ekspor, membeli dan berdagang. Inflasi terjadi karena terlalu banyak supply uang dibanding hasil produksi. Inilah yang dikenal dengan money bubbling machine. Lebih parah lagi, di Indonesia valas itu bukan hanya big casino tapi the biggest casino, dan yang memakai pasar modal untuk menggelembungkan uang dan 70% adalah pihak asing yang kita sambut karena dikira memasukkan uang melalui pasar modal, memperbaiki cadangan devisa, memperkuat rupiah padahal kini terbukti menyeret kita ke dalam krisis ekonomi dunia.

Ketiga, Bapak A. Riawan Amin melihat bahwa nilai uang yang berbasis kertas merupakan kelemahan. Padahal sejak 3.000 tahun lalu sampai 35 tahun lalu cadangan devisa yang digunakan masih berupa emas dan perak. Masyarakat Ekonomi Eropa juga mengusulkan kembali ke mata uang berdasarkan komoditas. Mata uang kertas mirip dengan permainan monopoli. Kertas dipotong kecil, dicetak lalu diberi gambar dan angka (kertasnya bernilai sama tapi ia tiba-tiba memiliki nilai yang berbeda satu atau lima atau lima puluh atau seratus dollar). Bandingkan dengan memakai uang atau alat tukar berbasis emas atau perak. Harga kambing 1.400 tahun yang lalu di zaman Rasulullah sama dengan saat ini 4,25 gram emas 22 karat. Dengan uang kertas, antara harga tahun lalu dan saat ini saja sudah sangat berbeda.

Keempat, ia melihat bank syariah bukan alternatif, tapi stabilisator atau bahkan penjaga kepentingan nasional. Sistemnya lebih baik. Antara lain karena feature perbankan syariah mendorong sektor riil. Bank Syariah mengumpulkan dana masyarakat untuk menghidupi sektor riil. Sistem konvensional, hanya ambil dana masyarakat lalu masukkan ke SBI. Bank Syariah dengan sistem imbal hasil (bagi hasil), Financing to Deposit Ratio (DF) selalu penuh, Jika bank lain 70%, bank syariah mencapai 100-120%.

Kelima, A. Riawan Amin mengusulkan agar dilakukan langkah koersif (pemaksaan), untuk konversi dari sistem konvensional ke sistem syariah.

Dengan demikian jika saat ini share seluruh bani syariah di Indonesia baru 2 persen, maka diharapkan bisa mencapai 20 sampai 50 persen.

Ia berobsesi membubarkan Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI) dengan cara menjadikan arus utama Bank Indonesia menjadi Sistem Syariah sehingga yang akan ada adalah Direktorat Perbankan Konvensional. "Tidak berarti Bank Mandiri, BNI, BCA, BRI, Bank pembangunan daerah tidak boleh tumbuh, silahkan tumbuh semua, tapi ayo dong portfolionya konversi ke sistem syariah, karena itu tadi, banyak feature perbankan syariah mendorong sektor riil."

Saya teringat ketika tahun 2007 lalu mendapat undangan ke Inggeris --sebagai anggota Islamic Advisory Commitee Indonesia-UK (komite dibentuk atas inisiatif Presiden SBY dan Perdana menteri Tony Blair)-- saya melihat iklan besar-besaran HSBC Amanah (sistem Syariah HSBC) di jantung kota London.

Saya berharap tutur kata yang lembut dan santun Bapak A. Riawan Amin membuat orang cepat simpati dan tak curiga tentang potensi terbaik dibalik sistem perbankan Syariah. Kan lucu jika Inggeris dan kini Singapura lebih cepat mengkonversi sistem perbankan mereka ke sistem Syariah dibanding kita di Indonesia yang punya banyak ahli perbankan Syariah. Dan lebih penting lagi masyarakat kini sudah sangat memerlukan liquiditas perbankan untuk membuka kesempatan kerja bagi jutaan sumber daya manusia (SDM) terdidik dan puluhan juta yang tak terdidik yang kini belum bekerja, serta untuk mengolah sumber daya alam (SDA) kita yang masyaAllah tersebar di seluruh pelosok negeri dan jadi incaran masyarakat dunia.

Yang diperlukan adalah KEBERANIAN PEMIMPIN dan dukungan bersama kita sebagai bangsa. Mari kita meyakini bahwa, keputusan yang tepat dalam kebijakan keuangan insyaAllah akan membawa bangsa Indonesia Berjaya, Memimpin Peradaban, bukan hanya di Asia tapi di dunia.

Terima kasih Pak A. Riawan Amin. Mari berjuang bersama dalam barisan yang teratur rapi. Kami bersama Bapak dan tim Bapak. Semoga Allah meridhoi. Amien. Salam Nusantara Jaya 2045.

(marwahdi@yahoo.com dan www.marwahdaud.com)

20 November 2008

Pesantren Darussalam Gontor Ponorogo

Ketika sedang berada di Bualemo, Gorontalo (17/11) saya menerima pesan singkat dari Nanda Akmal Firdaus Ibrahim, anak kedua saya yang sedang melanjutkan kuliah di Institut Studi Islam Darussalam sambil mengabdi di Pesantren Gontor, bunyinya: "Mama waktu mahasiswa dulu aktif di mana, Ma?" Saya jawab: "Waktu mahasiswa Mama aktif di HMI, senat mahasiswa, dewan mahasiswa, teater, MC kampus, koran kampus dan kursus bahasa Inggeris."

Besoknya ketika sedang berada di Makassar (18/11), melalui telepon Akmal menyampaikan "Ma, saya sedang dirawat di Balai Kesehatan Santri dan Masyarakat (BKSM -- rumah sakit pesantren), kata dokter ada gejala tifus." "Mungkin terlalu capek ikut orientasi Nak ya, bagaimana kalau Mama datang menemani di Gontor?" Nanda Akmal menjawab "Tak usah Ma, tidak apa-apa, sudah diberi obat kok, Ma."

Tanggal (20/11) ketika saya dalam perjalanan Jakarta-Ciamis untuk peresmian Pabrik Tapioka dan Mocal Paguyuban Patra-Cendekia, program kerjasama pokja Cassava ICMI dengan Pertamina: Nanda Dian, anak pertama saya, sarjana kedokteran yang kini sedang co-ast di UNHAS kirim pesan. "Mama dan Papa sebaiknya ke dek Akmal, sudah empat hari ia tak tidur, panas belum turun, dan sudah mulai halusinasi. Selain obat dek Akmal perlu ditemani, kasian jika sendirian."

Segera saya kontak Kak Ibrahim: "Bagaimana baiknya Pa? Papa bisa berangkat ke Gontor, Ponorogo dengan kereta Api Bima via Madiun jam 5.00 sore ini atau kita bisa berangkat bersama dengan pesawat via Surabaya besok. Perjalanan Jakarta-Ciamis 12 jam pulang pergi, jadi saya insya Allah baru tiba sekitar jam 9.00 malam di rumah." "Mama kan ada jadwal ke Pekanbaru besok, biar saya duluan berangkat sore ini, Mama ke Riau dulu sesuai komitmen, baru ke Gontor via Surabaya. Dan sebaiknya Mama menemani dulu semalam Nanda Bardan, karena hari ini adalah jadwal libur dua mingguannya kan dari sekolah di JIBBS, Bogor."

Sesuai komunikasi via telepon dan SMS, Kak Ibrahim berangkat jam 5.00 sore menuju Madiun untuk selanjutnya ke Gontor, Ponorogo. Saya sesuai rencana tiba jam 9.00 malam dan masih sempat bersama Nanda Bardan sekaligus menyampaikan rencana saya menengok kakaknya. Dia mengerti dan memberi izin. "Nanti dek Ihsan (sepupunya) kita ajak nemani Nanda Bardan." Kata saya.

Sekitar jam 2 subuh saya sudah bangun menyiapkan tas perlengkapan (siap untuk seminggu, juga air zam-zam yang diminta Nanda Akmal). Barang ini akan dibawa Mas Yusron ke Surabaya. Usai mengemas barang saya melakukan rangkaian sholat malam disertai doa khusus untuk kesembuhan nanda Akmal, dan membaca surah Al-Muluk sambil menanti subuh. Usai sholat subuh saya bersiap dan sudah harus memakai pakaian untuk langsung ke acara pelantikan Gubernur Riau. Sebelum keluar rumah saya minum susu Naco, teh madu, sarapan ringan lalu siap berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta.

Sekitar jam 5.30 subuh dalam perjalanan ke bandara. Kak Ibrahim telepon: "Alhamdulillah, Papa sudah tiba di Gontor dan sudah dengan Nanda Akmal." Di terminal keberangkatan Lion saya bertemu dengan rombongan. Irma Hutabarat, Lastri, Bu Alita dan dua orang wartawan 69++. Kami juga bertemu dengan teman KKSS yang juga akan menghadiri pelantikan. Jam 7.00 pagi kami berangkat dan tiba jam 8.30 kami langsung ke gedung DPRD mengikuti upacara pelantikan.

Usai memberi ucapan selamat kepada Pak Rusli Zainal, Gubernur terpilih, kami makan siang dengan Bupati Inhil, Pak Indra Adnan. Saya sekaligus pamit dan mohon maaf tidak bisa ke Tembilahan menghadiri acara pelantikan beliau sebagai Bupati untuk kedua kalinya. Padahal dengan Inhil kami punya keterkaitan khusus karena Tim MHMMD ikut dalam program pembangunan berbasis pedesaan di Inhil. Tim kami sudah melatih pejabat eselon dua, para camat, kepala desa, kepala sekolah, pimpinan rumah sakit dan puskesmas se-Kabupaten Inhil, Riau.

Sekitar jam 13.00 tatkala mampir sholat di hotel, Nanda Akmal SMS; "Ma, Wisma penuh dengan tamu dari Malaysia dan anggota Badan Wakaf, Hotel sekitar juga penuh, Mama nanti nginap di mana?" Nanda Akmal tak usah repot, Mama dan Papa kan datang untuk temani Nanda Akmal. Mama mau ‘lengket' dan nginap bersama Nanda Akmal, bahkan siap tidur di kursi."

Jam 14.00 kami kembali ke Bandara Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru, Riau. Pesawat yang harusnya berangkat jam 3.00 sore, tertunda antara lain karena menunggu pesawat wakil presiden mendarat dan menurunkan penumpang. Sambil menunggu saya bertemu dan ngobrol dengan Bang Asro dari Antara dan rombongan anggota DPRD Sulsel yang baru kunjungan ke Riau. Baru sekitar jam 5.30 kami berangkat, tiba Jakarta sekitar jam 19.10. Hanya sepuluh menit setelah tiba di ruang tunggu saya boarding untuk berangkat ke Surabaya.

Setiba di Bandara Juanda sekitar jam 21.30 saya SMS Kak Ibrahim. "Alhamdulillah Mama sudah di Surabaya, Pa." Dan segera beliau jawab: "Alhamdulillah tadi siang setelah saya usap rambut/garuk kepalanya, Akmal sudah bisa tidur sekitar 2 jam, kalau tadi pagi buburnya hanya dimakan 2-3 sendok, tadi siang dan malam buburnya sudah dimakan semua. Sejak jam 8.00 malam sudah tidur, sekarang juga masih tidur, jadi don't worry Mom." Saya bersyukur.

Dijemput Mas Yusron dan istri dan seorang pengemudi kami langsung bersiap ke Ponorogo, Gontor. Setelah mampir makan malam saya izin tidur di mobil. Perjalanan kami tempuh sekitar 5 jam. Pas azan subuh kami masuk di kompleks Pesantren Darussalam, Gontor.

Kondisi Nanda Akmal membaik. Bersama Papa diskusi tentang surah favorit dalam Al Qur'an. Nanda Akmal juga membaca buku Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Teman kuliah bergantian datang menjenguk. Beberapa saya kenal karena jika libur nanda Akmal sering mengajak teman dari berbagai daerah tinggal dirumah dan jalan-jalan keliling Jakarta.

"Sayang ya Ma, Akmal tak bisa hadir dan jadi juri acara Panggung Gembira santri kelas 6 malam ini. Tapi Mama bisa ke sana nanti saya kontak teman untuk siapkan tempat duduk untuk Mama." "Mama ke sini kan untuk temani Nanda Akmal, walau pingin lihat acara tapi biar kami di sini saja."

Esoknya kondisi Nanda Akmal semakin membaik. Kami ngobrol dan saya pijit dan gosok punggung, dada, tangan, betis, kaki, leher, dan kepala serta memotong kuku kaki Nanda Akmal. Kami me-review peta hidupnya. Ternyata sudah 7 tahun di Gontor dan ia rencanakan tiga tahun lagi di sana sampai selesai S-1 bidang Pendidikan Agama Islam dengan pendalaman khusus bidang Psikologi. Setelah itu ia rencana akan ke Kanada. Sahabatnya yang datang membesuk juga bertekad tetap mengajar, mengabdi dan selesaikan kuliah, satu akan ke Jepang dan satunya lagi akan ke Malaysia.

Kami juga me-review bersama jadwal hariannya: Pagi mengajar, dalam seminggu 15 jam untuk 4 mata pelajaran, siang di bagian penerimaan tamu, sore dan malam kuliah dan saat ini mengambil 12 mata kuliah, dan jadi moderator Friendster. Saya juga memberikan tips membaca cepat, membuat ringkasan, belajar bersama, dan mengatur waktu. Setelah me-review jadwalnya, dan agar bisa mengisi waktu lebih efektif, kepada Mama, Nanda Akmal minta dibelikan sepeda; dan agar insya Allah lebih sehat kepada Papa ia minta dibelikan sepatu dan baju olah raga.

Setelah tiga hari kak Ibrahim dan dua hari saya mendampingi Nanda Akmal, kami boleh kembali ke Jakarta dan ia sendiri bersiap keluar dari BKSM dan kembali masuk asrama.

Ketika saya tanya kami harus bayar berapa, Nanda Akmal menjawab: "Saya kan ustadz Ma, jadi tidak bayar, paling biaya tes darah sebesar Rp 80.000."

Sejak Nanda Akmal mondok, kami sekeluarga sering berkunjung ke Pesantren Gontor, terakhir sekitar sebulan lalu -- usai lebaran Idul Fitri - ketika mengantar nanda Akmal kembali setelah libur Ramadhan dan kami bersama keliling Pulau Jawa. Setiap kunjungan saya melihat sangat banyak sisi positif dari pesantren ini sebagai pusat pendidikan dan pengembangan karakter dan peradaban a.l.: suasana religius, sikap kemandirian, rasa kebersamaan dan jaringan antar santri dan alumni, tingkat kepercayaan diri, sense of purpose dan rencana masa depan, rasa hormat kepada pimpinan dan orang tua, panggilan tanggung jawab, jiwa pengabdian, kesederhanaan hidup, tingkat kedisiplinan dan rasa bangga pada almamater, masya Allah sangat tinggi dan sungguh luar biasa!

Seperti saya utarakan ketika acara dialog dengan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir beberapa waktu lalu: "Nusantara bisa berjaya, dan tampil menjadi salah satu pemimpin peradaban bukan hanya di Asia tapi Dunia jika kita mampu meningkatkan kualitas Imtaq dan Iptek manusia yang subhanallah nomor empat terbesar di dunia. Untuk itu kita perlu membangun dan mengembangkan pusat pendidikan berasrama a.l. model pesantren yang berkualitas unggul di 500 kabupaten atau kalau perlu di 6.000 kecamatan Indonesia."

Hari ini, di kamar ustadz BKSM saya samakin yakin bahwa Pesantren Darussalam, Gontor adalah salah satu model sistem pendidikan dan pembentukan karakter terbaik dimiliki bangsa ini dan semoga salah satu terbaik di dunia.

Nanda Akmal. Sehat Nak ya. We love you very much.

Pesantren Gontor... Selamat menyiapkan generasi baru Indonesia menyongsong Nusantara Jaya 2045. Insya Allah. Amiin.

(marwahdi@yahoo.com dan www.marwahdaud.com)

15 November 2008

CALON LEGISLATIF PEREMPUAN

"Mbak Marwah bisa berbagi pengalaman dan menyampaikan kisah inspiratif kepada calon legislatif perempuan kan?" Demikian kata Ibu Ani Sucipto menyampaikan ajakan lewat telepon.

Ajakan beliau segera saya setujui. Bukankah yang beliau lakukan adalah bagian dari perjuangan kolektif tokoh perempuan Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Teringat kembali ketika saya menjadi salah seorang anggota Pansus UU Pemilu tahun 2003 ketika perjuangan memasukkan angka 30 persen keterwakilan Perempuan dalam UU Pemilu. Kerjasama antara anggota Parlemen Perempuan (dan beberapa anggota Parlemen Pria) lintas Fraksi sangat erat dengan elemen aktivis perempuan dari berbagai LSM, pusat kajian perempuan, organisasi perempuan. Mereka bahkan dikenal sebagai "Fraksi Balkon" tanpa kerja sama antara yang ada di dalam dan di luar perlemen serta dukungan media sulit memasukkan keterwakilan perempuan ke dalam UU Pemilu.

Nah, kini setelah UU Pemilu dan UU Partai politik telah secara konstitusional membuka jalan bagi perempuan untuk berkiprah di rana Politik dan publik, maka saatnya untuk kembali melakukan kerjasama melalui advokasi, pelatihan, mentoring, pendampingan dan berbagai penguatan bagi kaum perempuan agar lebih percaya diri dan lebih mampu untuk mengisi peluang yang sudah dibuka tersebut.

Seperti kesepakatan kami, tanggal 15 November bertempat di Hotel Maraja, Makassar, sekitar 40 Calon Legislatif Perempuan lintas Partai dengan antusias mengikuti acara yang dilaksanakan atas kerja sama LSKP dengan Swedish Embassy dan The Asia Foundation.

Acara pelatihan berlangsung menarik. Banyak di antara peserta saya kenal dekat: ada teman kuliah, ada adik-adik angkatan saya di UNHAS atau junior saya di HMI dan dari Golkar.

Dialog yang dipimpin langsung oleh Ibu Ani Sucipto berlangsung akrab. Beliau memulai dengan memberi pengantar dan menanyakan apa tips dan saran yang bisa disampaikan kepada peserta sehingga saya bisa empat kali menjadi caleg dan bisa terpilih dengan suara tertinggi bahkan mengalahkan banyak caleg pria. Contoh di Soppeng sebagai basis utama saya, pada Pemilu 2004 Partai Golkar bisa mendapatkan suara lebih 80% di saat yang sama secara nasional Partai Golkar dengan perolehan suara sekitar 20 %.

Saya menyampaikan lima hal penting. Pertama, yakini bahwa politik itu mulia tidak kotor seperti sering dipersepsikan selama ini. Jika dimulai dengan meluruskan niat, bahwa apa yang kita lakukan adalah wujud pengabdian kita kepada Allah SWT dan niat yang benar memperjuangkan kepentingan rakyat maka politik sama mulianya dengan menjadi guru, dokter, dan profesi lainnya.

Kedua, rancang program untuk disosialisasikan kepada masyarakat. Misalnya akan fokus pada perbaikan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat dan pembukaan kesempatan kerja bagi tenaga kerja terdidik. Kita harus meyakinkan rakyat bahwa dengan perempuan memenuhi keterwakilan 30% maka masyarakat inysa Allah akan lebih sejahtera. Misalnya akan diperjuangan subsidi susu untuk bayi, makanan tambahan untuk anak sekolah.

Ketiga, fokuskan segenap energi supaya bisa menang. Tentu saja harus ada rencana yang matang, pemetaan dan pendataan yang akurat serta kerja keras dan kerja cerdas. Harus tahu data, butuh berapa suara untuk bisa menang. Di daerah pemilihan kita ada berapa kabupaten/kota, berapa kecamatan, berapa desa, berapa RW, RT, berapa keluarga, berapa mata pilih. Apa potensi daerah pemilihan kita, apa masalah mendasar yang perlu dipecahkan. Siapa tokoh berpengaruh yang harus kita temui.

Keempat, temui rakyat. Harus turun ke masyarakat. Naik mobil, ojek dan kalau perlu jalan kaki atau naik kuda. Temui rakyat di kolong rumah, di pasar, di tempat ibadah, di sekolah (tidak harus selalu dengan atribut partai). Ketika bertemu justru tidak hanya berceramah dan berorasi tapi juga penting mendengar aspirasi mereka dan mengusulkan solusi dan tebar harapan dan optimisme misalnya dengan bersama masyarakat menggali potensi yang bisa dikembangkan di daerah yang dikunjungi. Dan jangan lupa rekrut banyak relawan muda selain untuk kepentingan kaderisasi, mereka juga bisa membantu dalam proses mendata, dan menyusun program dan berkomunikasi dengan konstituen.

Kelima, lakukan dengan tulus dan terus menambah kemampuan. Kalau kita bekerja untuk Allah pintu kemudahan akan kita dapatkan. Berikan apa yang Anda punya. Berikan keterampilan, bagi pengalaman, bagi ilmu, berikan senyum dan cinta Anda yag tulus kepada rakyat. Langganan Koran, banyak membaca, banyak berdialog, jangan lupa kembali ke daerah pemilihan menyatu dengan rakyat ketika sesudah terpilih, buat program bersama rakyat. Mewujudkan program yang sudah dijanjikan ketika kampanye.

Ketika saya turun ke desa-desa berkali-kali masyarakat mengatakan bahwa "Ibu adalah satu-satunya yang pernah kami pilih yang masuk ke desa ini, bahkan wakil kami di provinsi dan kabupaten saja tidak pernah datang."

Hampir semua peserta mengajukan pertanyaan; Caleg PAN, Partai Demokrat, PKS, PDIP, PDK, Golkar, PPP seputar cara memetakan konstituen; menyusun program, fund rising, menyiapkan saksi serta mengatur waktu dengan keluarga. Suasana akrab dan penuh optimisme.

SELAMAT BERJUANG CALON LEGISLATIF PEREMPUAN INDONESIA.
Insya Allah Tuhan memberkahi. Salam Nusantara Jaya 2045

(marwahdi@yahoo.com dan www.marwahdaud.com)

11 November 2008

ANAK DAN MASA DEPAN BANGSA

"Tahun 1985, saya mendapat kesempatan berkunjung ke Korea. Ketika itu visi Korea sederhana sekali -- Tahun 2005 Korea semaju Jepang -- dan terbukti dalam beberapa hal target itu tercapai. Tapi ada lebih menarik lagi, ternyata perhatian pemerintah dan masyarakat Korea sangat tinggi pada anak usia dini. Ketika itu dilakukan program khusus untuk menyiapkan kader masa depan Korea dari anak usia dini. Salah satu caranya adalah anak usia di bawah enam tahun diminta untuk melompat ke kolam renang. Hal ini dilakukan untuk melihat keberanian dan naluri mereka. Inti illustrasi ini sebenarnya adalah bahwa, salah satu tonggak penting persiapan untuk menuju negara yang maju adalah penyiapan generasi masa depan sejak usia sangat dini."

Cerita di atas adalah penggalan jawaban yang disampaikan oleh Bapak H.Gaffar Usman, Kakanwil Departemen Agama Provinsi Riau, ketika menjawab pertanyaan anggota Komisi VIII DPR RI yang melakukan kunjungan kerja ke Riau dan secara khusus menanyakan program pendidikan dan pembinaan untuk anak usia dini.

Program tentang Korea menarik, karena kita juga sering mendengar cerita tentang perhatian kepada anak usia dini dari Lee Kuan Yew ketika terpilih memimpin Singapura. Pendidikan, pembimbingan dan perhatian khusus kepada anak usia dini mereka lakukan karena meyakini bahwa diperlukan penyiapan generasi untuk memasuki era baru dan pergaulan yang semakin mengglobal. Anak-anak dengan kemampuan kelas dunia yang dimiliki Sigapura saat ini telah dipersiapkan sejak mereka berusia dini di awal pemerintahan Lee Kuan Yew.

Saya teringat ketika hamil anak pertama saya Dian dan anak kedua saya Akmal di Amerika Serikat waktu sedang kuliah S-3. Ketika memeriksakan kandungan di Columbia Hospital for Women, saya diminta untuk menulis asupan yang saya konsumsi berupa minuman dan makanan selama beberapa hari untuk kemudian dianalisis oleh ahli gizi. Kesimpulannya, saya kurang gizi dan harus dimasukkan dalam program penerima makanan tambahan. Saya pun mendapatkan kupon untuk mengambil susu, jus, telor dan keju di supermarket terdekat. Salah satu yang wajib adalah harus minum susu "minimal empat gelas" per hari. Itu untuk kebaikan bayi dan ibunya. "Itu perintah undang-undang yang berlaku untuk semua perempuan yang hamil dan akan melahirkan di Amerika." Termasuk untuk mahasiswa asing seperti saya. Program pemberian makan siang juga dilakukan sampai usia SMA di sekolah. Ini juga dilakukan di Korea.

Ketika berkunjung dan bertemu dengan teman-teman Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Provinsi Riau, kami pun kembali dalam dikusi serius tentang perlunya memberikan perhatian khusus kepada anak Balita.

Apa jadinya anak-anak kita yang lahir hari ini, dan yang akan mengambil alih estafet kepemimpinan di bidang masing-masing lk 30-40 tahun yad di era kita harapkan Nusantara Jaya 2045 memimpin peradaban dunia, jika anak-anak kita di awal hidupnya tumbuh dengan kurang gizi, serta tiap hari mendengar kata-kata negatif dan mengundang pesimisme seperti mutilasi, pembunuh berganda, bom, teroris, pornografi, korupsi, dll."

Saatnya kita serius membenahi program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Indonesia.

"Sayang Bu, negeri kita belum memberikan perhatian khusus kepada anak usia dini, padahal 2/3 potensi kecerdasan anak berkembang di dalam kandungan dan Usia sebelum masuk SD" Kata anggota KPAID Riau. Dr. Muslimin Nasution di berbagai pertemuan ICMI yang selalu mengingatkan, usia Balita itu adalah golden age bahkan diamond age, harus sungguh-sungguh mendapat perhatian kita.

Pak Gaffar dan teman-teman di KPAID Provinsi Riau, kembali mengingatkan kita akan pentingnya pembenahan pendidikan usia dini. Jika kita ingin Nusantara Jaya 2045, segenap potensi bangsa harus diarahan untuk anak sejak usia dini. Saatnya rumah-rumah ibadah, Posyandu, taman bermain, taman bacaan dijadikan tempat mengembangkan potensi anak Indonesia. Program pengurus PKK, RT/RW desa/kelurahan harus mendata secara akurat dan aktual orang hamil dan usia Balita by name and by address di wilayah tinggal mereka, agar potensi yang dianugrahkan Pencipta kepada tiap-tiap anak Indonesia dapat ditemukan dari sangat dini untuk kemudian diberikan sentuhan terbaik sejak dini. Selain pemberian asupan berupa gizi dan imunisasi untuk keperluan fisik, juga perlu asupan dan imunisasi untuk untuk pikiran, perasaan, dan ruhani mereka. Sehingga akan hadir anak-anak dengan IMTAQ dan IPTEK berkualitas tinggi, dengan emosional, spiritual, intelegensia, dan adversity question (ESIA Q) yang prima.

Salam Nusantar Jaya 2045.

(marwahdi@yahoo.com dan www.marwahdaud.com)

10 November 2008

INDONESIA DAN EROPAH

Tanggal 9 November malam, dalam acara resepsi pernikahan putri Bapak Sudrajat, Dubes Indonesia untuk China di hotel Darmawangsa saya sempat berbincang dengan Pak Harry Tjan Silalahi, salah seorang tokoh CSIS dan Jalan Lurus dan Dr. Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina.

“Kalau mau berhasil memimpin bangsa ini maka harus menyadari bahwa Indonesia itu negeri besar. Indonesia itu tidak bisa disamakan dengan Jerman, Inggeris, Perancis, Belanda, dll. Indonesia itu sama Negara EROPA, gabungan dari puluhan Negara.” Kata pak Harry Tjan, seperti biasa, dengan semangat dan nada sangat serius. "Jadi kalau mau berhasil memimpin Indonesia yang begini besar dan majemuk, Anda harus membentuk tim. Kalau bergerak sendirian sulit. Bisa saja seseorang diterima di satu provinsi belum tentu di kenal di provinsi lain. Jadi harus bekerjasama dengan tokoh-tokoh lain dari berbagai latar belakang.”

Bapak Harry Tjan Silalahi memang salah seorang pemikir cerdas dan brillian yang dimiliki Indonesia. Pikiran cemerlang teryata bukan hanya bisa kami dapatkan di acara seminar atau pertemuan formal dan serius lainnya, tapi bahkan juga di acara nikahan. Terakhir saya bertemu dengan beliau ketika ada acara pertemuan dialog Yayasan Jati Diri Bangsa yang dipimpin oleh Bapak Soemarno Soedarsono, Surjadi Soedirdja, Kiki Syahnarki dll.

Saya merasa bersyukur karena fikiran yang beliau sampaikan tentang betapa luas dan besarnya Indonesia sangat sejalan dengan pikiran kami di tim Nusantara Jaya 2045. Bahkan dalam presentasi Nusantara Jaya tanggal 5 November lalu, kami tampilkan gambar peta Indonesia yang diletakkan di atas peta 27 negara Eropa dengan memakai Google map. Luas dan besarnya wilayah Indonesia ini pula menjadi alasan dan keyakinan bahwa Nusantara Jaya tahun 2045 bisa memimpin peradaban bukan hanya di Asia tapi di Dunia.

Saya teringat buku kompilasi data yang dihimpun oleh Uni Eropah yang memperlihatkan keseriusan mereka untuk berhimpun agar menjadi kekuatan bersama yang besar (lihat gambar di bawah ini). Data tersebut memperlihatkan Jerman dengan penduduk 82,5 juta, Prancis 59,9 juta, Inggeris 59,7 juta. Negeri Belanda (yang pernah menjajah Indonesia, dan masih sering oleh sebagian kita untuk dijadikan alasan penyebab ketertinggalan bangsa) hanya berpenduduk 16 juta orang, kurang dari setengah penduduk Provinsi Jawa Barat.

Kami pun di Tim Nusantara Jaya 2045 bertekad untuk memasukkan dalam pikiran rakyat Indonesia terutama generasi baru Indonesia, bahwa Indonesia adalah negara besar yang diberkahi Allah SWT. Dan bahwa dibutuhkan kontribusi kita untuk menjadikan bangsa ini maju, mandiri, bermartabat dan pada gilirannya bisa menjadi salah satu penyangga peradaban dunia. Salah satu yang paling mendesak untuk kita lakukan adalah membangun rasa kebersamaan (modal sosial) antar segenap pemimpin bangsa dan seluruh rakyat Indonesia agar mau mempererat tali persatuan dan kesatuan.

Kalau pemimpin Eropa saja yang beragam sistem politiknya (terbagi atas lebih dari duapuluh negara berdaulat dengan sistem pemerintahan yang berbeda: ada kanselir, perdana menteri, presiden, raja dan ratu di Belanda, dll) bisa bersatu membuat mata uang bersama Euro dan membentuk parlemen Uni Eropa, masa negeri kita yang sudah mengikat diri sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45 serta bermotto "Bhineka Tunggal Ika" tidak menyatukan potensi untuk kemajuan bersama?

Caranya, kita arahkan pandangan kita fokus ke masa depan sambil tekun memberikan kontribusi terbaik kita masing-masing saat ini, dan bertekad untuk tidak sekadar sibuk mencari siapa yang salah di masa lalu.

Pertemuan dan dialog dengan Bapak Harry Tjan Silalahi dan Dr. Anis Baswedan memang tak berlangsung lama. Masing-masing berbaur dangan tamu lain sambil sayup mendengar pengumuman MC pernikahan mengucapkan terima kasih atas kehadiran Bapak Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Ny. Ani Yudhoyono dan Bapak Wakil Presiden H.M. Jusuf Kalla dan Ibu Mufidah Jusuf Kalla.

Sungguh pun pertemuan sangat singkat, namun kembali meyakinkan saya tentang betapa besarnya Indonesia. Betapa negeri ini memerlukan tim pemimpin yang tangguh. Saya pun berdoa semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada bangsa besar ini dengan pemimpin terbaik menurut pilihan-Nya.

Saya pun megajak kita semua berdoa sambil tentu terus berikhtiar, seperti difirmankan-Nya dalam QS Ar-Rad: 13:11 "... Tuhan Tak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali ia mengubah nasibnya sendiri..." Selamat mencari dan menemukan Pemimpin terbaik Indonesia.

Salam Nusantara Jaya 2045.

(marwahdi@yahoo.com dan www.marwahdaud.com)

09 November 2008

Forum Silaturahmi Kesultanan Se-Nusantara Festival Keraton Nusantara IV

Minggu-minggu ini kita dikagetkan oleh pemberitaan yang terkait dengan Kesultanan dan Keraton se-Nusantara. Kejadian Pertama adalah ketika lebih 47 raja dan sultan perwakilan dari 118 kerajaan se-Nusantara mengurungkan niat untuk menghadiri acara Pisowan Agung 28 Oktober lalu di Yogyakarta. Alasannya antara lain terkait dengan pernyataan Sultan Hamengkubuono X di media dan karena beliau tampil tidak memakai pakaian adat kebesarannya (lihat wawancara KPH. Gunarso G.Kusumodiningrat Sekjen Forum Silaturrahmi Kesultanan se-Nusantara di Harian Rakyat Merdeka 8 Nov 08, hal. 3).

Kejadian kedua sangat mengenaskan, ketika Pemerintah Kabupaten Gowa mengosongkan Istana Balla Lompoa di Sunggguminasa dari anak dan keturununan Raja Gowa ke-36 Andi Ijo Karaeng Lalolang. Tragisnya pengosongan paksa melibatkan satuan polisi pamong praja (satpol PP) dilakukan -- sungguh pun diprotes oleh keturunan Sultan Hasanuddin dan mahasiswa setempat. --justru karena akan dilaksanakannya Festival Keraton Nusantara IV tanggal 14 November di Gowa (lihat Fajar Online 8 Novembe dan berita Kompas, 9 Nov 08, hal.2).

Beberapa tahun terakhir ini saya ditakdirkan dan diperjalankan di berbagai pertemuan yang terkait dengan keluarga Kerajaan dan Kesultanan Indonesia. Pertama tahun 2002 saya diajak berkunjung Situs Kerajaan Kalingga dirangkaikan dengan kunjungan ke makam Karaeng Galesong. Lalu Parade Nusantara yang diketuai oleh Sudir Santoso dan Sekjen Suryokoco mengundang saya bersama Bapak Ryamizard Ryacudu, Sinuwun Tejowulan, I Gde Putu Ary Suta, Aa Gatot, ke Trowulan, Mojekerto, situs kerajaan Majapahit. Kunjugan lain yang pernah saya lakukan adalah ke Kesultanan Kutai Kartanegara, Buton, Ternate, Siak, Tallo, Soppeng, Luwu. Dan saya pun dekat dengan keturunan Raja Soppeng dan Soppeng Riaja Andi Kaswadi Razak dan Zainuddin Siddiq, yang tahun lalu meresmikan Rumah adat Kerajaan di Ralla, Kab.Barru.

Bagaimana seharusnya kita memposisikan Kerajaan dan Kesultanan di Indonesia?
Sepertinya di era otonomi dan alam demokrasi sekarang ini ternyata semakin kita sadari bahwa mereka tidak hanya meninggalkan keraton dan berbagai warisan berupa benda berharga tapi terutama warisan hidup berupa tradisi, adat istiadat, tatakrama melalui turunan mereka.

Saya teringat pertanyaan wartawan tanggal 14 Maret 1007 seusai menerima anugerah dan piagam bertuliskan Marwah Daud, Datin Sri Petinggi Istana dari Penembahan XIII Istana Amantubillah, di Mempawah, Pontianak Kalbar. oleh Dr. Ir. Pangeran Ratu Mardan Adijaya Kusuma Ibrahim, M.Sc.dari Kerajaan Amantubillah. Pertanyaannya kurang lebih sbb: "Ibu Marwah sudah S-3 di Amerika, harusnya berfikiran maju dan modern, kok mau ngurusin keraton, kerajaan dan kesultanan, tidakkah ini melangkah mundur, kuno dan perlambang feodalisme?"

Ketika itu saya dapatkan ilham dan saya jawab bahwa "Nusantara ini akan berjaya jika menghormati kerajaan dan kesultanan se Nusantara. Dan ini sama sekali tidak bisa dilihat sebagai sesuatu yang bertentangan dengan prinsip negara modern atau negara maju."

"Kurang apa majunya Jepang mereka punya dan menghormati kaisarnya; kurang apa majunya Inggeris dan Belanda mereka punya ratu dan raja; atau lihat tetangga sebelah kita Malaysia dan Thailand punya perdana menteri tapi juga tetap punya raja yang dihormati."

Sudah lama saya berpikir bahwa harusnya di upacara kenegaraan, seperti pelantikan presiden, upacara Hari Kemerdekaan 17 Agustus, pada Rapat Paripurna DPR-RI yang dihadiri para teladan, duta besar dan para veteran, adalah sesuatu yang pantas jika perwakilan para raja sultan dan ratu se-Nusantara yang diundang dengan pakaian adat kebesaran masing-masing. Demikian pula di setiap upacara provinsi dan kabupaten perwakilan kerajaan dan kesultanan setempat diajak hadir dengan pakaian adat kebesarannya. Leluhur mereka telah memberikan goresan dan jejak penting dalam kebudayaan dan pengembangan agama dan peradaban Nusantara.

Sudah waktunya tokoh yang memiliki pengaruh riil di masyarakat diposisikan di tempat yang tepat dan diajak memberikan kontribusi terbaiknya sebagai modal sosial dan budaya bagi bangsa. Semoga kejadian di Yogyakarta dan di Gowa menjadi titik awal untuk kita sebagai bangsa bisa mengambil sikap bijak terhadap keberadaaan Kesultanan dan Kerajaan di Nusantara. Kita perlu melakukan pembicaraan secara baik-baik dengan Raja dan Sultan Nusantara. Dan yang pasti kita harus membangun pola relasi yang menjadikan mereka subyek terhormat, seperti Festival Keraton Nusantara IV, dan bukannya sebagai obyek penderita yang bahkan tega kita permalukan.
Salam Nusantara Jaya 2045.

(marwahdi@yahoo.com dan www.marwahdaud.com)

08 November 2008

Anak Mama adalah Seluruh Rakyat Indonesia

Bardan Rayhan IbrahimSuatu pagi sekitar tahun 2003, di perumahan Anggota DPR, Kalibata, Jakarta ketika saya asyik mencuci piring di dapur tiba-tiba Bardan Rayhan Ibrahim, anak bungsu kami, mendatangi saya dari arah ruang tamu dan berujar: "Mama anaknya banyak Mak ya." "Anak saya kan tiga orang, Kak Dian, Kak Akmal dan Dek Bardan." Jawab saya. Lantas Bardan menjawab "Anak Mama itu banyak, seluruh rakyat Indonesia." Saya kaget. Ketika itu usianya barulah sekitar 9 tahun, dan baru kelas 3 SD. Dari mana frase Anak Mama adalah seluruh Rakyat Indonesia dia dapatkan? Sampai saat ini saya tidak tahu jawabnya, tapi sejak itu, entah siapa yang memulai, yang pasti menjalar sangat cepat, tiba-tiba di mana-mana saya pergi, sering betul saya dipanggil Bunda Marwah, terutama oleh alumni pelatihan Mengelola Hidup Merencanakan Masa Depan (MHMMD).

Yang juga mengherankan sejak itu intensitas saya berkeliling ke seluruh pelosok Nusantara bertemu dengan rakyat semakin tinggi. Perjalalanan terbanyak adalah sebagai Nara Sumber dan Pelatih Utama MHMMD (ini terutama di akhir minggu) atau sebagai Presidium ICMI dan yang terakhir sebagai Ketua Umum Perhimpunan Masyarakat Desa Nusantara (PMDN). Kami melakukan pelatihan MHMMD di Gorontalo, Makassar, Banda Aceh, Indragiri Hilir, Mataram, Kendari, bahkan ke luar negeri seperti Kairo, dan beberapa hari lalu di Hong Kong. Rakyat Indonesia yang memangggil saya Bunda Marwah jadi semakin luas tersebar bukan hanya di seantero Nusantara tapi jua di Mancanegara.

Hari ini tepat 8 November 2008, ultah saya dirayakan di tengah acara pelatihan metode MHMMD di kelurahan Pertukangan Utara, Pasar Manggis, Kebun Baru, dan Grogol Selatan, Jakarta Selatan. Ada dua nampan besar nasi tumpeng beserta buah-buahan hadiah kiriman dari keluarga Pak Handoko, lalu ditambah satu nampan nasi tumpeng beserta bunga, kue ultah lengkap dengan lilinnya dari NACO Peduli menyusul tiba ditempat pelatihan. Tim pelatih, mentor, peserta pelatihan MHMMD, dan rombongan NACO Peduli, dan peserta workshop guru kumpul berdoa, bernyanyi dan makan bersama. Mereka pun bergantian memberi selamat: "Selamat Ultah Bunda."

Saya pun berefleksi, masya Allah, subhanallah... tiga hari lalu (5 Nov 08) Dewan Integritas Bangsa yang tediri dari anak-anak muda dari 8 ormas mendaulat saya menjadi salah seorang Capres RI 2009 di Konvensi yang akan mereka gelar dari 9 Desember 2008 sampai 9 Februari 2009. Apakah kalimat Nanda Bardan tahun 2003 adalah ilham dariMu atau nubuat (istilah ibu Inge), bahwa Engkau akan menjadikanku salah seorang Bunda Pertiwi dari bangsa besar ini. Wallahu A'lam. Jika itu kehendakMu ya Allah. Saya ikhlas dan insya Allah siap, karena saya yakini Engkau akan menuntun dan membantuku dan mengirimkan sahabat-sahabat seperjalanan terbaik untuk berjuang bersamaku. Biarlah garis taqdirMu menjawabnya ya Allah karena saya yakin tidak ada kekuatan selain kekuatanMu. (marwahdi@yahoo.com)