29 Desember 2008

Jadi Presiden RI: Siapa Takut!


Saya tidak tahu bagaimana awal mulanya, tapi sejak akhir tahun 2002, banyak kalangan dengan berbagai alasan meminta saya secara serius mempertimbangkan untuk maju sebagai Calon Presiden Republik Indonesia.

Membayangkan dan meyakinkan diri sebagai Capres, apalagi Presiden RI tidaklah mudah. Bukankah sejak merdeka 63 tahun lalu, Indonesia --dengan penduduk lk. 230 juta jiwa kini-- baru dipimpin oleh enam orang presiden: Bung Karno, Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur, Bu Mega, Pak SBY.

Butuh rangkaian diskusi dan dialog dengan banyak sahabat seperjuangan, selain perlu berkali-kali istikharah kepada-Nya sebelum saya --dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim-- memutuskan ikut Konvensi Calon Presiden Partai Golkar tahun 2003; menerima ajakan jadi Cawapres Gus Dur tahun 2004; dan tahun 2009 ini kembali sangat antusias ikut Konvensi Calon Presiden RI 2009-2014 yang diselenggarakan oleh Dewan Integritas Bangsa (DIB).

Jujur saya sampaikan bahwa pada awalnya, jika ditanya apakah saya "ingin" jadi Presiden RI, maka jawaban saya adalah: "saya takut!" Jangankan tampil sebagai Presiden RI, menjadi Ketua RT, kepala desa atau lurah saja bagi saya menakutkan. Bahkan mengurus keluarga dan rumah tangga yang terdiri atas hanya beberapa orang saja bukanlah sesuatu yang mudah. Takut dan khawatir kalau-kalau amanah itu tak sepenuhnya dapat saya tunaikan.

Mengapa demikian? Saya bayangkan betapa menyedihkan dan menakutkan jika ada anggota rumah tangga, ada warga desa atau anggota kelurahan yang memberikan amanah kepada saya untuk berperan melayani, mengurus dan setiap kali menciptakan momentum bagi upaya peningkatan kesejahteraan lahir dan bathin mereka, lalu saya tidak mampu melakukannya secara optimal. Misalnya, ada yang tak bisa makan teratur, tak kebagian air bersih, rumahnya tak layak huni, tak bisa sekolahkan anak, nilai pendapatan merosot terus, kesulitan mengurus sejak KTP hingga izin usaha, sakit tapi tidak bisa berobat, tidak mendapatkan pembiasaan beribadah, dan seterusnya. Belum lagi korban jaringan perdagangan narkoba dan perdagangan manusia, pemerkosaan bahkan pembunuhan TKW, kisruh jemaah haji, dan sebagainya. Ooh... betapa beratnya pertanggung-jawaban saya kepada mereka dan kepada Allah SWT.

Suatu waktu hati saya tergetar, ketika menyadari betapa berat memang tanggungjawab seorang pemimpin. Ketika itu saya memvisualisasi tugas pemimpin sebagai (pada dasarnya) menjalankan amanah Tuhan. Ya, pemimpin dalam kapasitas selaku khalifah untuk "mewakili-Nya" melayani sesama manusia dan membantu "mengurus" beragam ciptaan-Nya di bumi. Tugas pemimpin adalah, (bersama seluruh warganya) mengupayakan agar tiap orang dan tiap keluarga bisa mengoptimalkan aktualisasi potensi anugerah dari Tuhan yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang dalam dirinya, dengan memanfaatkan iptek dan imtaq, untuk mengelola segenap ciptaannya dalam kerangka memenuhi kebutuhan dasar manusia, kelangsungan sejarah dan keluhuran peradaban, kelestarian alam, agar kita pada hari ini dan generasi yang akan datang tak hanya bertaraf hidup dan berkualitas hidup makin layak, tetapi juga makin terhormat dan makin piawai bersyukur pada Tuhan YME.

Saya kemudian teringat (terilhami) bahwa hampir semua pemimpin pilihan (para nabi dan rasul) rata-rata di usia sebelum kerasulan ditempa sebagai penggembala ternak. Tampaknya itulah antara lain proses untuk melatih kepekaan mereka dalam mengurus, melayani, dan melakoni amanah yang diberikan kepada mereka. Saya tiba-tiba menitikkan air mata, ketika membayangkan bagaimana seseorang yang menggembalakan beberapa ratus ekor kambing, domba dan sapi saja harus melakukannya dengan penuh tanggung jawab. Dia tak boleh membiarkan gembalaannya kelaparan, kehujanan dan tak dapat tempat berteduh. Dia tak boleh membiarkan sebagian gembalaannya mendapatkan terlalu banyak makanan, sementara yang lain kelaparan, atau membiarkan gembalaan saling tanduk. Dan tentu, dia tak boleh pilih kasih dalam segala bentuknya. Merinding saya membayangkan tugas memimpin dan mengurus jutaan manusia, dengan variasi dan tingkat kebutuhan yang demikian jamak. Belum kerumitan dalam hal hubungan-hubungan internasional, tak terkecuali dalam kerangka B-to-B maupun G-to-G itu sendiri.

Kak Ibrahim Taju, suami sekaligus mentor dan editor saya, seperti biasa ternyata membaca kegundahan saya. Beliau berkata begini: "Memimpin satu manusia atau memimpin semua manusia di mata Tuhan sama beratnya dan sama mulianya. Yang penting sebenarnya adalah motivasi dan bagaimana kita melakukannya: niat kita, ketulusan kita, kasih sayang kita, cinta kita, apakah untuk pamrih atau dedikasi semata karena dan untuk Allah. Menolong seseorang sama dengan menolong semua." Jadi hakekatnya, mengambil tanggungjawab memimpin atau mengurus satu orang harusnya sama nilai amanahnya dengan memimpin 230 juta atau bahkan 6,5 milyar manusia." Perhatikan firman-Nya: "...barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya......(QS 5:32).

Yang patut kita takutkan adalah kalau kita diciptakan dengan "tugas" mengurus satu orang atau satu desa, lalu kita ingin memimpin satu provinsi atau satu negara. Sama besar kesalahannya jika kita diciptakan dengan kapasitas dan "garis takdir" untuk memimpin satu negara, tapi memilih dan memutuskan hanya mau mengurus satu desa, satu keluarga, atau hanya mau mengurus diri sendiri.

Jadi sesungguhnya, kita tidak boleh takut menjadi Presiden atau menjadi apa saja, dan tidak boleh takut tidak menjadi Presiden. Kita hanya boleh takut ketika kita kembali kepangkuan Ilahi dan kita lalai menjalankan tugas takdir kita (seperti takutnya siswa ke sekolah karena tak mengerjakan PR).

Ketakutan memimpin umat ternyata sifatnya sangat manusiawi. Bahkan Nabi Musa dan saudaranya Nabi Harun merasa khawatir, padahal mereka sudah diyakinkan sebagai pilihan Tuhan. "Dan aku telah memilih engkau, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu)," ( QS 20:13). "Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku," (QS 20:41). "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua, Aku mendengar dan melihat," (QS 20:46).

Yang perlu kita upayakan adalah agar Allah bersama kita sebelum, selama, dan setelah kita memimpin negara besar kita, Indonesia; bahkan juga "negeri kecil" kita, yakni keluarga kita masing-masing. Amin.
Salam Nusantara Jaya 2045.

www.marwahdaud.com dan marwahdi@yahoo.com

20 Desember 2008

"PKS AWARD 2008: 8 INSPIRING WOMEN"


Beberapa hari lalu saya menerima SMS yang intinya meminta foto dan video kegiatan saya untuk jadi bahan pembuatan profil acara Malam Anugerah PKS Award 2008 untuk 8 Inspiring Women. Karena saya di luar kota, maka saya jawab singkat: "Silakan buka www.marwahdaud.com lalu click flickr untuk ambil foto dan youtube untuk download video kegiatan saya."

Sesuai dengan undangan tanggal 19 Desember 2008 malam, saya datang menghadiri acara di Istana Ballroom Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta. Di malam penganugerahan itu, Ketua Kewanitaan PKS, Ledia Hanifa Amaliah, menyampaikan bahwa: PKS memberikan anugerah kepada 8 inspiring women terpilih dari 800 nominator yang diajukan oleh masyarakat, termasuk dari pimpinan pusat berbagai ormas perempuan.

Penghargaan ini dianugerahkan kepada yang dinilai memberikan inspirasi dalam rangka peringatan 80 tahun kebangkitan perempuan Indonesia, hari Kongres Perempuan 22 Desember 2008. Sering juga disebut dengan Hari Ibu. Beliau juga menyampaikan bahwa "PKS meyakini inpirasi ini bukanlah kompetisi, tapi gerakan bersama untuk memberikan harapan sebesar-besarnya kepada semua orang."

Sementara Presiden PKS, Tifatul Sembiring, yang menyerahkan penghargaan kepada para inspiring woman tersebut menyatakan keprihatinannya akan indeks perempuan Indonesia yang masih rendah. Bahkan dari segi pendidikan, kini masih kurang dari 5 persen kaum perempuan di Indonesia yang sampai pada jenjang perguruan tinggi. "Mereka tidak leluasa memiliki akses seperti halnya laki-laki. Padahal ibu atau perempuan adalah inspirasi bagi bangsa ini," jelasnya saat memberikan sambutan.

Dalam buku panduan acara dan presentasi video, disampaikan bahwa delapan orang yang terpilih menerima PKS Award 2008: 8 Inspiring Women adalah mereka yang dianggap memiliki pengaruh signifikan, dan aktif dalam bidang masing-masing. Mereka adalah:1) Neno Warisman (seniman dan pendakwah) yang juga dikenal sebagai perancang busana muslim; 2) Nani Zulminarni (aktivis LSM), yang menggiatkan pembentukan koperasi bagi janda-janda serta sebagai ketua Pemberdayaan Kepala Keluarga Perempuan (Pekka); 3) Prof. Edi Sedyawati (budayawan) yang aktif berkesenian tradisional melalui Ikatan Seni Tari Indonesia; 4) Bunda Iffet Veceha Sidharta (manajer grup musik Slank), yang mampu membawa personil Slank keluar dari ketergantungan narkotika dan obat-obatan; 5) Dr. Eniya Listiani Dewi (ilmuwan) yang membuat terobosan pengembangan sinar matahari menjadi arus listrik; 6) Maria M. Hartiningsih (wartawati), yang kerap menulis artikel seputar perempuan; 7) Sri Wulandari (pendidik), yang menggagas Forum Putra Daerah Peduli Pendidikan; 8) Marwah Daud Ibrahim (politisi) yang dianggap sukses memperjuangkan sekolah berbasis unggulan lokal di kabupaten/kota dan menginspirasi perempuan terjun, berjuang dan berkontribusi di ranah politik a.l. dengan melalui affirmative action 30% di parlemen.

Sebenarnya, beberapa waktu lalu saya sempat membaca pengumuman di sebuah majalah perempuan, yang mengundang masyarakat mengusulkan nama-nama calon 8 inspiring women melalui SMS dengan format: PKS (spasi) nama pengusul (spasi) usia pengusul (spasi) kota pengusul (spasi) nama yang diajukan (spasi) alasan.

Hari-hari terakhir sebelum acara penganugerahan, saya juga mengikuti berita di koran dan di situs internet yang santer membicarakan PKS Award beserta beberapa nama nominator: a.l.: Siti Hardianti Rukmana (Mbak Tutut), Ibu Megawati Soekarnoputri (Ketum PDIP), Ibu Ani Yudhoyono (pelopor mobil pintar), Ibu Mufidah Kalla (aktif di kegiatan sosial), Ibu Siti Fadilah Supari (Menkes).

Saya tidak pernah membaca dan bahkan juga tidak membayangkan diri saya termasuk nominator untuk mendapatkan anugerah sebagai perempuan yang memberikan inspirasi. Apalagi belakangan ini saya jarang sekali muncul di media.

Namun saya menemukan berbagai hikmah di balik penghargaan ini. Antara lain: kita harus yakin bahwa realisasi kepedulian sosial yang kita lakukan tidaklah sia-sia. Masyarakat tidak buta dan tuli; mereka melihat, mendengar, serta mencermati apa yang kita lakukan. Mungkin salah satu penyebab saya masuk nominator adalah karena beberapa tahun terakhir ini saya rajin berkeliling di tengah masyarakat melakukan pelatihan MHMMD dan program pengembangan unggulan lokal, serta kegiatan terkait dengan tugas sebagai Presidium ICMI dan ketua Pokja Forum Kawasan Timur Indonesia.

Selain itu saya sering mengisi acara seminar, dialog dan pelatihan perempuan, khususnya dalam bidang politik. Selain di forum PKS, saya juga pernah mengisi acara di PBB, di PPP bahkan pelatihan caleg lintas partai yang diadakan The Asia Foundation bersama Ibu Ani Sucipto (Universitas Indonesia) dan Norwegian Embassy, diikuti calon legislator perempuan dari PDIP, Golkar, Demokrat, PDS, PKB, PKS, PAN, Partai Buruh, dll.

Hal lain yang tak kalah penting adalah campur tangan-Nya. Dari hasil renungan saya, saya yakini ini bukan sebuah kebetulan, tapi sebuah miracle. Majalah Ummi sudah lama minta berwawancara; terakhir saya ketemu wartawannya di kediaman Dubes Inggeris dan ketika itu disepakati waktu wawancara. Ternyata wawancara berupa profil kegiatan saya dalam keluarga dan di masyarakat dimuat lengkap dalam majalah yang juga memuat pengumuman meminta masyarakat memajukan nominator 8 inspiring women itu.

Maka, saat diminta menyampaikan pesan dan kesan pada forum pemberian penghargaan itu, saya tentu tak lupa memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT, serta terima kasih kepada masyarakat disertai pesan yang isinya lk. sbb: Pertama, mengapresiasi PKS yang telah mengembangkan kebiasaan positif dengan memberikan penghargaan kepada pahlawan, kepada tokoh pemuda dan malam ini kepada kaum perempuan.

Kedua, menyampaikan bahwa saya sering ditanya kok belakangan ini jarang muncul. Saya jawab: "Dulu sebelum reformasi semua orang diam, jadi saya lantang berbicara. Sekarang ketika orang semua bicara, maka saya sibuk keluar masuk desa bekerja bersama rakyat."

Ketiga, menyampaikan pesan khusus kepada kaum perempuan Indonesia untuk tidak segan berkiprah di dunia politik: "Yakinilah bahwa berkiprah dan berperan di bidang politik sama mulianya dengan berkiprah di bidang lain. Yang penting kita luruskan niat untuk mengabdi kepada-Nya dan tulus berjuang untuk kesejahteraan masyarakat."

Apapun, yang paling menarik menurut saya dari semua ini adalah bahwa masyarakat ternyata TIDAK LAGI melihat JABATAN atau KEDUDUKAN FORMAL kita atau SUAMI atau ORANGTUA KITA dalam menentukan pilihan. Pilihan pada 8 inspiring women ini membuktikan bahwa masyarakat kini lebih mencermati KONSISTENSI, DETERMINASI dan KEBERANIAN kita memperjuangkan apa yang kita yakini benar dan bisa memberi manfaat positif sebesar-besarnya for all.

Semoga Tuhan YME --sumber dari seluruh sumber inspirasi-- selalu mengilhami kita untuk menggali inspirasi dari ajaran mulia yang telah diwahyukan kepada manusia melalui Nabi-nabi dan Rasul-rasul pilihan-Nya. Semoga kita semua jadi inspirator, khususnya bagi generasi masa depan bangsa. Amiin!
Salam NUSANTARA JAYA 2045.

marwahdi@yahoo.com dan www.marwahdaud.com

15 Desember 2008

KELUAR DARI JERATAN KAPITALISME


Dalam penerbangan Jakarta ke Makassar tanggal 5 Desember lalu, saya menjumpai artikel menarik di suratkabar Seputar Indonesia tentang German Sterligov, mantan multimiliuner Rusia yang kini masuk desa menjadi peternak domba. Saya kemudian mencari tambahan informasi dari mesin google tentang sosok menarik ini.

Ketika krisis keuangan melanda dunia, termasuk Rusia, banyak pengusaha yang kelimpungan. Sterligov rupanya tak kehilangan sesenpun akibat krisis finansial global tersebut. Kenapa? Ya, karena sejak beberapa tahun yang lalu ia telah meninggalkan kehidupan glamour sebagai pengusaha kaya untuk menjadi peternak dan petani di pedesaan terpencil di Rusia.

Perjalanan bisnis Sterligov memang cukup menarik; bahkan saat masih berusia 24 tahun, ia telah tampil sebagai multimilyuner kedua Rusia. Ketika Rusia baru saja membuka diri, Sterligov mendirikan perusahaan atas namanya sendiri. Ia berkiprah di sektor jasa keuangan. Di puncak kesuksesannya ia menjadi "taipan" dengan ratusan juta dolar dan puluhan bisnis. Ia tak cuma berkantor di Moscow, tapi juga di Wall Street New York, dan Curzon Street di Pusat London. Ia pun memiliki villa megah di Rublyovka, kawasan mewah di pinggiran kota moscow dengan pekerja mencapai 2500 orang.

Keinginannya untuk melakukan perubahan sosial mendorong ia mencalonkan diri sebagai Walikota Moskow, Gubernur Siberia, bahkan Calon Presiden Russia melawan Presiden Vladimir Putin pada pemilihan ulang 2004. Ia kalah dan menyisakan banyak utang. Ia kemudian memutuskan menjual semua asset, stock, property untuk membayar utangnya. Sisa uang sebanyak US 100.000 dollar dipakai membangun tiga rumah kayu sederhana dan membeli beberapa ekor domba.

Apa komentarnya tentang hidup barunya? Seperti yang disampaikan kepada wartawan AP dan BBC, "My life has never been better," hidup saya tak pernah lebih baik dari saat ini. Istrinya, Alyona Sterligova, awalnya agak sulit menyesuaikan diri. Tapi bersama lima orang anak mereka, kini mereka merasa hidup bahagia.

"Saya tak akan kembali ke jalan kapitalis tradisional. Kolega lama saya menghargai keserderhanaan dan kemandirian hidup yang kami jalankan, punya 100 domba, seekor kuda, seekor sapi, beberapa ekor kambing dan unggas." Tinggal di sebuah rumah kayu dengan perabotan lokal, serta peralatan kerja dua traktor, satu bulldozer, Toyota tua dan kereta kuda untuk kendaraan musim dingin, buat keluarga Sterligov sudah lebih dari cukup. Memang sejak, di puncak kejayaannya sebagai milyarder tempo hari ia menjauhi gaya hidup foya-foya. Ini mungkin pengaruh dari kehidupan spiritual yang didalaminya sejak lk. 10 tahun lalu.

Untuk keluar dari krisis keuangan global, Sterligov mengusulkan pola transaksi komoditas dengan cara barter barang secara elektronik, tidak berhubungan dengan dollar, Euro atau Rubel. Skema ini dinilai Sterligov bisa menyelamatkan keuangan Rusia yang sedang tenggelam.

"Kolega saya cemburu. Mereka hidup dalam penjara rutinitas. Tahun 1990-an saya mengalami hal yang sama, ketika tidak ada tujuan lain dalam hidup saya selain menjadi kaya. Dan saya berhasil. Sekarang kalau saya diancam begini: ambil alih 5 pabrik atau kamu ditembak, saya akan jawab: tembak saja saya. Saya tidak menginginkan itu lagi."

Pertanian akan menjadi lahan baru bagi orang kaya Rusia; banyak dari mereka sedang melirik tanah dan sapi. Logam tak lagi menjadi favorit. Domba, sapi, gandum, minyak zaitun, dan madu menjadi emas. "Ya. Ke depan nilai produk pertanian seperti emas." Katanya meyakinkan.

Bagaimana di Indonesia? Saatnya kita merenungkan makna terdalam sukses dan bahagia, yang ternyata tidak identik dengan tumpukan uang. Saatnya kita memberi perhatian pada kegiatan pedesaan: Pertanian, peternakan, perikanan, dll. Kalau Sterligov, multimilyarder dari Rusia tertarik kembali ke desa, masa di Indonesia kita ramai-ramai telantarkan desa.

Ayo saatnya bangkit dari Desa. Salam Perhimpunan Masyarakat Desa Nusantara (PMDN).
Salam NUSANTARA JAYA 2045.

marwahdaud@yahoo.com dan www.marwahdaud.com

Foto:BBC News

13 Desember 2008

“IDUL KURBAN dan BUNDA SITI HAJAR”


Pada hari Raya Idul Adha atau dikenal juga dengan Idul Kurban umat Islam di seantero dunia akan kembali mengenang kisah Nabi Ibrahim AS saat menerima perintah dari Allah SWT untuk menyembelih dan mengurbankan anak kandungnya Ismail demi kecintaannya dan keikhlasannya kepada Allah SWT. Pelaksanaan amalan keluarga Nabi brahim AS juga merupakan rangkaian penting dari ibadah haji.

Kita pun kembali akan diingatkan betapa berat bagi Nabi Ibrahim AS. menyampaikan pesan kepada anak kandung yang disayanginya: "Wahai anakku, saya melihat dalam tidur, bahwa saya diperintahkan menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu." Kita pun akan dengan penuh haru mendengar jawaban penuh keikhlasan dari Ismail AS: "Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (oleh Allah) kepadamu, kau akan mendapatkanku termasuk orang yang sabar."

Betapa mesra panggilan ayah dan anak di saat suasana demikiam mencekam dan mendebarkan dan harusnya penuh haru itu. Betapa ikhlas mereka untuk memenuhi perintah Tuhan.

Izinkan saya dalam perspektif keadilan jender, mengajak kita melakukan flashback lebih jauh lagi ke belakang, untuk mengingat bahwa sesungguhnya ada seorang tokoh IBU, yang sangat berperan dalam proses pendidikan usia dini yang sudah disiapkan Allah SWT kepada Nabi Ismail, yaitu Bunda Siti Hajar. Sesuatu yang sangat perlu -- tapi jarang kita angkat -- agar dengannya bisa menjadi pembelajaran bagi kita dalam mendidik anak dan generasi masa depan.

Sering betul disampaikan bahwa "semua Nabi adalah pria" tapi kita sering lupa, atau sengaja melupakan bahwa sesungguhnya di banyak kisah para Nabi tersimpan atau tersembunyi cerita keteladanan atas peran kaum perempuan yang mengandung pembelajaran dan hikmah untuk kita renungkan dan teladani. Sayang sekali sering kita luput untuk menyampaikannya.

Saya teringat, ketika dalam suatu acara berbagi di pelatihan MHMMD di kantor Simpul ICMI Center, hampir semua peserta menitikkan air mata ketika seorang peserta menceritakan penggalan kisah ketabahan dan keikhlasan Siti Hajar yang masih menyusui bayi Ismail, ketika akan dan setelah ditinggal oleh suami yang dicintainya, Nabi Ibrahim AS.

Begini kurang lebih inti kisahnya: "Mari kita membayangkan kejadian mengharukan yang terjadi ribuan tahun lalu, ketika seorang Ibu bernama SITI HAJAR, yang tidak lagi muda, bersama suami bernama IBRAHIM dan anak bayinya bernama ISMAIL tiba di tempat yang kini bernama Mekah di tengah terik matahari di padang pasir tandus tanpa persediaan makanan dan minuman memadai. Dalam keadaan galau tiba-tiba sang suami pamit dan berjalan pergi untuk meninggalkan sang istri dan anak bayi mereka."

Siti Hajar pun heran dan memperhatikan sikap suaminya dan bertanya; "Hendak kemanakah engkau suamiku? "Sampai hatikah engkau meninggalkan kami berdua ditempat yang sunyi dan tandus ini?"

Pertanyaan itu berulang kali, tetapi Nabi Ibrahim tidak menjawab sepatah kata pun. Ia tetap melangkah meninggalkan istri dan anaknya. Siti Hajar pun bertanya lagi; "hendak kemanakah engkau Ibrahim? Sampai hatikah engkau meninggalkan aku dan anak bayimu di tengah padang tandus ini?" Lagi-lagi tidak dijawab oleh Nabi Ibrahim.

Siti Hajar kemudian bertanya sambil menangis: "Apakah ini perintah dari Allah?" Barulah Nabi Ibrahim menjawab; "ya." Dan Siti Hajar pun diam, tak bertanya lagi, dan dengan rela melepas suami meninggalkan dirinya dan anak bayinya tanpa siapa-siapa menemani kecuali keyakinan atas Ke-Maha-Kuasaan Allah.

Setelah ditinggal pergi, ia berikhtiar mencari air untuk anak bayi yang kehausan dengan lari dari Safa ke Marwah. Kemudian Allah memunculkan keajaiban dengan pancaran air Zam-zam di dekat Sang Bayi. Pelajaran keihklasan dari seorang Ibu dan keyakinan dan sikap tawakkal akan ke-Maha-Kuasaan Allah menjadi pelajaran untuk mendidik generasi kemudian.

Didikan penuh keikhlasan dan kepasrahan dari Ibundanya ini memberi pengaruh positif atas keikhlasan Nabi Ismail menerima perintah Allah melalui ayah kandungnya sendiri untuk menyembelihnya. Bisa kita bayangkan kalau Siti Hajar tetap merengek dan minta ditemani oleh Nabi Ibrahim AS. Atau kalau beliau dengan penuh kejengkelan dan rasa frustrasi mendidik dan membesarkan anaknya Ismail dengan marah-marah dan membentak atau mencaci ketika ditinggal pergi oleh suami tercinta.

Saya bahagia ketika saya berniat menulis jurnal tentang peran SITI HAJAR dalam Mendidik Generasi Baru, saya menemukan satu pesan pendek dari Ibu Fifi, penemu JIBBS yang selain mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha sambil meminta kita mengambil hikmah dari ketaqwaan Nabi Ibrahim dan keikhlasan Nabi Ismail AS, seperti pesan lainnya, beliau juga panjang lebar menyampaikan pesan tentang perlunya meneladani perjalanan hidup Siti Hajar a.l:

1) Kepatuhannya pada suami yang diyakini menjalankan perintah Ilahi: "sami'na wa atho'na, saya dengar dan saya patuhi." 2) Ketegaran menerima tanggung jawab dalam kondisi yang sangat berat, walau sendirian dan tak punya apa-apa. 3) Berharap dan bertawakkal hanya kepada Allah karena meyakini bahwa suami berangkat karena perintah Allah. 4) Yakin Allah akan menjaga dan memberi mereka rezeki. 5) Berusaha dan berikhtiar terus sehingga dari tempat yang tandus memancar air Zam-zam, dari tiada menjadi ada,dan berlimpah. 6) Setelah ribuan tahun meninggal, amalannya (berupa Sai dari Safa ke Marwah) tetap diikuti oleh jutaan orang, dan peningalannya berupa sumur Zam-zam bermanfaat untuk jutaan orang dari berbagai belahan dunia.

Semoga kita bisa bisa mendidik generasi masa depan dengan mengambil pelajaran dari ketaqwaan nabi Ibrahim AS, kesabaran Nabi Ismail AS dan ketabahan dan keikhlasan dan sikap tawakkal Bunda Siti Hajar.
Salam Nusantara Jaya 2045.

www.marwahdaud.com dan marwahdi@yahoo.com

11 Desember 2008

“Kami Telah Memberimu Nikmat yang Banyak”


Ketika kecil di Dusun Pacongkang, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, saya belajar memasak dari Ibunda Siti Rahman Indang dan Ayahanda Muh. Daud. Beliau berdua senang mengajak kami, anak-anak beliau dan seluruh anggota keluarga masak bersama. Salah satu masakan favorit keluarga kami adalah "barobbo" yang terbuat dari jagung muda diserut kemudian dibuat sup dengan campuran udang atau ayam dan beragam sayuran.
Ayahlah yang mengajari saya menanak nasi dengan memakai ruas jari tangan sebagai alat ukur, agar air tidak kurang atau lebih, sehingga nasi tidak mentah atau lembek. Ibu mengajari saya membersihkan dan mencari bagian persendian itik atau ayam agar mudah dipotong-potong. Ibu juga yang mengajari saya membersihkan ikan, dan berhati-hati mengeluarkan isi perutnya agar empedunya tidak pecah sehingga tidak pahit.
Tapi ada nilai penting yang sangat berkesan yang saya dapatkan dari beliau berdua yaitu pesan agar kami anak-anaknya selalu membacakan "Surah Al-Kautsar" di bilasan terakhir ketika mencuci makanan sebelum dimasak: "(1) Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. (2) Maka dirikanlah sholat karena Tuhan-mu dan berkurbanlah. (3) Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus."
Makna ayat tersebut dan momen pembacaannya demikian membekas. Mungkin itu sebabnya sehingga saya sangat mudah terkagum-kagum akan betapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada manusia melalui ciptaan-Nya yang aneka ragam untuk dikonsumsi: ayam, itik, kambing, sapi, kepiting, udang, rupa-rupa ikan, sayuran dan buah-buahan, biji-bijian, belum lagi garam dan rupa-rupa bumbu dll. Semua dengan rasa, warna, dan bentuk yang berbeda. Subhanallah, Maha suci Allah dengan segala ciptaan-Nya.
Entah mengapa sejak kecil saya sangat mudah tergetar, dan bisa larut begitu lama ketika mengamati satu-persatu nikmat yang diberikan Allah kepada kita melalui makanan yang kita makan setiap hari. Misalnya, saya pandangi telur itik lalu kemudian untuk waktu yang lama takjub membayangkan kehebatan Allah, Penciptanya, betapa sempurna proses terjadinya telur di perut induknya, proses keluarnya, kemudian kagum pada bentuknya, kulit keras dan kulit arinya, putih dan kuningnya. Begitu sempurna!!! Belum lagi nikmat dari rasanya ketika digoreng jadi telur dadar atau telur mata sapi; ketika direbus atau sesudah diasinkan; atau dijadikan bahan untuk membuat rupa-rupa kue. Betapa nikmatnya!!! Alhamdulillah.
Lebih takjub lagi saya ketika membayangkan telur itik yang isinya berwarna putih dan kuning, setelah dierami bisa menjadi anak itik yang begitu sempurna: ada mata, paruh, kaki, tulang, kulit, daging, bulu, pencernaan. Subhanallah. Proses perenungan tersebut sangat intensif karena di usia SD saya memelihara itik yang telurnya bisa saya ambil dan olah semau saya. Dari merenungkan proses penciptaan itik inilah kemudian disusul dengan kekaguman pada buah-buahan dan sayuran serta makanan lainnya.
Hari-hari sekitar Idul Adha saat ini, tiba-tiba saya teringat betapa meresapnya makna surah Al-Kautsar ketika selain dibaca juga dikaitkan langsung dengan kehidupan sehari-hari, misalnya dengan betapa banyak nikmat yang Allah SWT berikan lewat makanan yang kita konsumsi setiap hari.
Kebiasaan membaca ayat: "Sungguh Kami telah memberikan kepadamu Nikmat yang banyak" sambil mencuci dan memegang rupa-rupa jenis makanan membuat saya sadar betapa beragam nikmat Allah itu telah membuat saya dan teman semanusia saya bisa hidup dan melanjutkan kehidupan.
Lanjutan ayat yang berbunyi "Maka dirikanlah sholat karena Tuhan-mu dan berkurbanlah," menjadi begitu alamiah. Terasa betul "malu" dan "tak tahu dirinya" saya sebagai manusia setelah mendapat begitu banyak nikmat lalu tidak sholat dan tidak siap berkurban sebagai wujud rasa patuh dan syukur saya karena telah diberikan begitu banyak nikmat oleh Allah, Yang Maha Pencipta.
Bacaan dan ikrar: "Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam" terasa menjadi semakin mengena di hati karena meyakini bahwa semua kebutuhan dan keperluan saya yang rupa-rupa jenisnya diberikan oleh-Nya.
Sesungguhnya, dorongan untuk berkurban bisa menjadi bermakna luas. Tidaklah hanya menunggu waktu Idul Adha, dan bukan juga hanya dalam bentuk penyembelihan hewan kurban. Tapi setiap tarikan nafas kita, setiap detik-detik dalam hidup kita harusnya ikhlas untuk kita kurbankan semata untuk-Nya. Bahkan semua milik kita (yang hakekatnya adalah pinjaman dari-Nya) harus ikhlas kita berikan dengan keikhlasan yang semoga mendekati kualitas ikhlas Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS serta Bunda Siti Hajar yang ikhlas melepas dan mengorbankan yang paling dicintai sebagai wujud kepatuhan menjalankan perintah-Nya.
Ada hal penting lainnya yang sudah lama menjadi perhatian saya. Yaitu, bagaimana agar seluruh rakyat Indonesia bahkan seluruh manusia di bumi bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka (terutama kebutuhan makanan). Dengan demikian semua bisa menikmati ciptaan Allah berupa makanan yang rupa-rupa bentuk, warna dan rasanya dan dengannya bisa beryukur dengan cara tekun menyembah dan ikhlas berkurban di jalan-Nya.
Sesungguhnya segenap harta, jiwa dan apapun yang kita "miliki" harus siap kita kurbankan. Caranya, senantiasa berupaya tulus ikhlas memberikan yang terbaik untuk Allah, melalui tangan-tangan makhluk yang dicintainya (mereka yang miskin dan terpinggirkan) selain berupa hewan sembelihan juga berupa pemberian pikiran, waktu, tenaga, sarana dan dana yang kita miliki untuk mencari berperan dalam mensejahterakan mereka.
Semoga momentum Hari Raya Idul Adha tahun ini membuat kita semakin syukur nikmat, tekun sholat dan ikhlas berkurban. Dan semoga orang-orang yang membenci kita (karena iri, dengki atau belum paham pada apa yang kita lakukan) akan terputus. Dan semoga kita akan dipertemukan dan diperjalankan dan dipersatukan dengan orang-orang yang menyayangi, mencintai kita semata karena dan untuk Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
Selamat Hari Raya Idul Kurban. Semoga kita semua rakyat Indonesia diberkahi-Nya. Amiin.
Salam Nusantara Jaya 2045.
www.marwahdaud.com & marwahdi@yahoo.com
Sumber Foto: Harun Yahya Internasional 2004. info@harunyahya.com Hak Cipta Terpelihara. Semua materi dapat disalin, dicetak dan disebarkan dengan mencantumkan sumber situs web ini.

07 Desember 2008

Undangan Ikut Konvensi CAPRES DIB

”.…Dewan Integritas Bangsa berpendapat Ibu merupakan putri terbaik bangsa yang layak untuk maju sebagai Calon Presiden RI 2009-2014. Apabila Ibu berkenan mengikuti konvensi, kami mengundang Ibu bersilaturrahmi dengan DIB pada hari Kamis, 4 Desember 2008. Atas nama TIM 45 DIB, Tertanda KH. Salahuddin Wahid dan Pdt. Nathan Setiabudi.” Demikian penggalan isi surat DIB tertanggal 25 Desember 2008 yang diantar langsung kepada saya oleh Lieus Sungkharisma, Koordintor Nasional Komtak (Komunitas Tionghoa Anti Korupsi) pada malam hari yang sama.

Hari Rabu, 4 Desember 2008 bersama Mas Fahrizal, Mas Yusron Aminullah, Ibu Alita Marsanti, Mas Rahu, menyusul kemudian Pak Heru dan Pak Jawahir, kami berangkat ke Gedung Joang 45, jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, memenuhi undangan DIB. Sebelumnya, kami mendiskusikan dan mencatat hal penting untuk disampaikan yang terdiri atas tiga bagian: pesan/statemen, pertanyaan dan usulan. Kami juga berkesempatan berbincang akrab dengan Bapak Roh Basuki dan Pak Bambang dari DIAN Desa, penggagas dan penerbit Majalah Trubus, serta wawancara dengan beberapa rekan wartawan.

Acara silaturrahmi DIB dihadiri oleh enam orang peserta Konvensi Capres: Dr. Fadel Muhammad (gubernur Gorontalo), Marwah Daud Ibrahim (anggota parlemen), Dr. Rizal Ramli (mantan menteri), Sri Sultan Hamengku Buwono X (gubernur DIY), Taufiqurrahman Ruki (mantan ketua KPK), Dr. Yuddy Chrisnandi (anggota parlemen). Pak Taufik menyatakan tidak ikut konvensi dan akan berkonsentrasi dalam pencalonan sebagai anggota DPD di Banten. Bambang Sulastomo yang tadinya Anggota Tim 45, menyatakan siap menjadi peserta capres.

Gus Solah dan Pdt. Nathan menyampaikan alasan mengapa DIB melaksanakan konvensi calon presiden alternatif. Salah satu alasannya adalah bahwa selama ini di Indonesia pemilih langsung digiring ke proses election, proses selection yang terbuka secara fair belum dilaksanakan secara memadai. Kalau kita lihat konvensi di Amerika, proses seleksi untuk mencari yang berkualitas melibatkan rakyat, media dan dapat diikuti secara terbuka berbulan-bulan. Beda keduanya adalah: election lebih mengutamakan suara dan popularitas dan bisa dibeli, selection mengutamakan kualitas yang dihasilkan (earned, learned, worked on) dengan “keringat” otak serta hati, dan tak bisa dibeli.

Pdt Nathan juga memaparkan tentang konsep integritas yang bukan saja merangkum pendekatan system thinking dan governance tapi juga mengeksplisitkan dimensi moral etis. Dengan harapan terwujudnya kemajuan, kecerdasan, keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Para peserta konvensi diminta untuk menyusun VISI STRATEGIS yang berisikan kerangka pemikiran yang dinilai efektif untuk menghadapi seluruh persoalan bangsa, disertai dengan statemen tentang political will yang pro-rakyat. VISI STRATEGIS ini diajukan dalam format:

1) Semua Soal Dalam Satu Genggaman. Gambaran menyeluruh keadaan bangsa, ringkas dan koheren (mencakup semua) bisa dipresentasikan dan disimak dalam waktu lk. 20 menit.

2) Rangkaian Prioritas Utama. Memilih beberapa prioritas utama dalam status rangkaian logika yang mudah dimengerti dan dirangkai, bisa menumbuhkan kepercayaan rakyat dan dilengkapi penjelasan tentang the rationale, the why, serta the how-nya.

3) Platform Solusi, terdiri atas platform (prinsip dan kebijakan): siapa cawapres/pasangan yang dinilai cocok; format kabinet dan nama menteri yang memungkinkan mesin pemerintahan bisa berjalan terpadu dan efisien; sistem koordinasi dan evaluasi secara terbuka.

Rangkaian konvensi sederhana DIB dengan alur sbb:

1) Diskusi kiritis dengan TIM 45 (Desember 2008).

2) Presentasi VISI STRATEGIS peserta di 12 kota di depan lk. 300 audiens yang diundang,

dilanjutkan dengan tanya jawab dan penilaian dari audiens.

3) Diskusi Tim 45, publikasi ke media (Maret-April 2009).

4) Diharapkan banyak pemilih (khususnya golput) tercerahkan oleh VISI Strategis dan ikut

memilih calon legislatif dari partai yang akan mencalonkan Capres Pilihan DIB.

Setelah pengantar DIB, para calon peserta Konvensi Capres DIB diminta menyampaikan pendapat, saran atau pertanyaan. Selain menyatakan kesediaan calon peserta konvensi juga menanyakan berbagai teknis pelaksanaan konvensi, tentang daftar usulan anggota kabinet, jadwal konvensi di daerah, dan partai pendukung.

Ketika giliran itu datang kepada saya justru yang muncul adalah catatan hasil istikharah dan kontemplasi saya di atas sajadah usai rangkaian sholat malam, sholat subuh dan bacaan Al-Qur’an terjemahan pagi ini.
Sehingga statemen yang keluar kurang lebih sbb: “Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang… hati saya sungguh tergetar ketika pertama kali saya mendapatkan informasi tentang 8 ormas kepemudaan bersama membentuk DIB. Pemuda dari latar agama berbeda. Bayangkan, dari NU dan Muhammadyah, dari Katolik dan Protestan, Hindu, Budha, Konghuchu yang biasanya dilihat perbedaannya kini bergandeng tangan dan terdorong untuk mengambil peran dalam proses yang sangat penting ini. Teman Tionghoa yang sering dinilai sibuk berbisnis ternyata juga peduli melalui Komunitas Tionghoa Anti Korupsi. Saya meyakini Allah punya rencana besar untuk bangsa ini, dan kita menjadi alat-NYA untuk mewujudkannya.”

Hari ini kita kembali melihat bagaimana tokoh dari beragam latar belakang yang masuk dalam Tim-45. Sungguh pun dunia dilanda krisis ekonomi dan Indonesia mulai terkena imbasnya, pertemuan hari antara lain diadakan agar ketika dunia dilanda pesimisme kita bisa menggelorakan optimisme dan pikiran positif. Kita bahkan bisa mengatakan bahwa dibalik krisis tersimpan peluang. Perhatikan bagaimana biji lama menua, membusuk untuk membuka jalan lahirnya kecambah dan tunas baru. Saya bisa membayangkan bahwa dunia dan bangsa ini ibarat sedang membusuk untuk menyiapkan kecambah peradaban baru, kepemimpinan baru.” Sekali lagi saya yakin ini bagian dari rencana Allah. Insya Allah kita DIPERTEMUKAN oleh YANG MAHA PERENCANA untuk tujuan yang mulia.

Mari kita menyatukan langkah, menyatukan tekad kita, yakinilah bahwa walaupun berbeda cara kita memanggil-Nya atau menyembah-Nya pastilah PENCIPTA KITA SATU. Semoga kita dalam bimbingan cahaya-Nya seperti difirmankan-Nya: “Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang dikehendaki. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

Untuk itu dengan semata mengharap Ridho dari Allah SWT dan mengharap doa dan dukungan dari rakyat dan masyarakat Indonesia, Bismillahirrahmanirrahim saya nyatakan siap mengikuti Konvensi Capres RI 2009-2014 yang dilaksanakan oleh DIB.”

Setelah mendengar pendapat, saran, usulan dan pertanyaan dari peserta maka Panitia Konvensi mengumumkan jadwal Konvensi DIB di 12 kota; Yogyakarta(10 Januari), Padang (13 Januari), Surabaya (17 Januari), Denpasar (24 Januari). Medan (31 Januari). Bandung (3 Februari), Banjarmasin (7 Februari). Makassar (14 Februari), Gorontalo (16 Februari), Ambon (21 Februari), Jayapura (28 Februari), Jakarta (7 Maret).

Gus Solah, menyatakan bahwa proses dan hasil konvensi DIB akan disalurkan melalui Partai Politik, beberapa di antaranya yang sudah dijajaki adalah: Partai Buruh, PNBK, PPNUI, dan PKNU, “dan diyakini akan bertambah lagi, dan diharapkan pada saatnya nanti bisa memenuhi syarat pengajuan Capres.”

DIB, terima kasih atas kepercayaannya. Salam Nusantara Jaya 2045.

http://www.marwahdaud.com dan marwahdi@yahoo.com

05 Desember 2008

UNIVERSITAS PARAMADINA

Dalam kesempatan mengikuti dialog Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie di Universitas Paramadina saya mendapatkan banyak kesan menarik tentang universitas yang ternyata tahun kelahirannya sama dengan tahun awal reformasi; yaitu pada tahun 1998 atau saat B.J. Habibie menjadi wakil presiden dan kemudian menjadi presiden Republik Indonesia.

Yang paling menarik tentu saja adalah idealisme dan misi Universitas Paramadina. Dalam profil universitas, Anis Baswedan, Ph.D. menyatakan: "Universitas Paramadina lahir atas landasan idealisme, bukan merespon peluang bisnis pendidikan. Ia lahir berlandaskan kepedulian atas kondisi masa kini dan masa depan bangsa, membangun masyarakat madani yang terdidik dan beretika."

Bima Arya Sugiarto, Ph.D., Dosen Hubungan Internasional alumni Australian National University menambahkan: "Pendidikan adalah proses pemerdekaan pondasi kultural yang kokoh pada institusi pendidikan yang sangat penting. Paramadina dibangun di atas pondasi kultural yang tegas dan kokoh, yaitu tradisi inklusivitas, pluralitas dan demokrasi. Pesona tradisi inilah yang membuat saya bangga menjadi bagian dari Paramadina."

Simak pula apa yang pernah disampaikan oleh Prof. Dr. Nurcholish Madjid, pendiri dan rektor pertamanya: "Universitas Paramadina mengemban misi untuk membina ilmu pengetahuan rekayasa dengan kesadaran akhlak mulia demi kebahagiaan bersama seluruh umat manusia, melalui penciptaan lingkungan kampus sebagai pusat ilmu dan budaya, yang memiliki tradisi masyarakat ilmiah yang kreatif dan civitas akademika yang berkepribadian teguh dan sikap yang menjunjung tinggi kebebasan mimbar akademik."

Daya tarik lain kampus ini adalah suasana akrab dan egaliter. Di dalam kampus yang ditata apik dan asri ini kita melihat mahasiwa sibuk membaca atau berdiskusi ringan dengan teman mahasiswa, atau membuka laptop di koridor, tak lupa memberikan sapaan akrab kepada para tamu. Di ruang pertemuan dengan dinding yang dihiasi histogram perkembangan matematika, para tamu yang hadir antara lain, Ibu Pia Alisyahbana, Bapak Ishadi, Bang Akbar Tandjung, Pak Habibie dan Ibu Ainun yang berbaur akrab bersama tokoh inti Universitas Paramadina seperti Mas Utomo Danandjaya, rektor dan para pembantu rektor. Setelah acara seminar dan sholat Jum'at, kami sempat diajak melihat ruang Cak Nur (yang kini dipakai oleh rektor, yang interiornya tidak diubah).

Hal lain yang menarik adalah universitas belia ini dipimpin oleh tokoh muda tamatan berbagai universitas dalam dan luar negeri: Anies R. Baswedan, Ph.D., Rektor, doktor dari Northern Illinois University, USA serta MA dari University of Maryland, College Park, USA, dan sarjana ekonomi dari UGM. Totok A. Soefijanto Ed.D., Deputi Rektor Bidang Akademik, Doktor Boston University, Master dari Emerson College, Massachusetts, USA, dan alumni IPB. Wijayanto, MPP, Deputi Rektor Bidang Kerjasama, Pengembangan Bisnis dan Kemahasiswaan, Master dari Georgetown University, Washington, D.C., USA, alumni UGM; dan Bima P. Santosa, Ak. MFM., Deputi Bidang Keuangan dan Operasional, Master dari Melbourne University, Australia, dan Sarjana STAN. Sang Rektor bahkan menyampaikan bahwa, ketika pertama kali bertemu Pak Habibie, ia masih siswa SMA.

Saya menyaksikan impian tentang Universitas Paramadina mulai mewujud, impian yang sering disampaikan oleh Prof. Dr. Nurcholish Madjid dkk. pendiri dan juga saya ikuti melalui tulisan atau pernyataan oleh Dr. Yudi Latief --yang turut berperan merumuskan konsep dasar di awal pendiriannya, yaitu menyiapkan kader masa depan bangsa yang memiliki karakter dan nilai-nilai ke-Islaman, Ke-Modernan dan Ke-Indonesiaan dengan kompetensi leadership, entrepreneurship dan ethic yang kuat. Salah satu terobosan penting di universitas ini adalah seluruh mahasiwa harus mengambil kuliah tentang pencegahan korupsi.

Pertanyaan-pertanyaan yang cerdas dan berani yang disampaikan dengan santun oleh para mahasiwa Paramadina kepada Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie dalam dialog hari itu memperlihatkan bahwa Paramadina menjalankan visi dan misi sesuai impian dan harapan pendirinya. Cak Nur telah meninggalkan sebuah legacy, warisan, yang manfaatnya lebih panjang dari usia beliau.

Kepada seluruh civitas akademika Universitas Paramadina kami ucapkan: Selamat menyiapkan kader masa depan bangsa, yang seperti diperlihatkan Bapak Habibie, penuh dengan tantangan sekaligus peluang.

Selamat menyongsong Nusantara Jaya 2045.

(www.marwahdaud.com & marwahdi@yahoo.com)

03 Desember 2008

The Habibie Center dan Kepemimpinan Nasional

The Habibie Center (THC) pada tanggal 25 November 2008, bertempat di Ballroom Hotel Gran Melia, mengadakan rangkaian acara rutin tahunan berupa penganugerahan The Habibie Award dan Beasiswa S-3 serta seminar dengan tema "Pemilu 2009: Konsolidasi Demokrasi dan Transformasi Kepemimpinan Nasional."

Dr. Ahmad Watik Pratiknya atas nama THC memberikan pengantar seminar berjudul "Krisis Kepemimpinan dan Kepemimpinan dalam Krisis: Refleksi THC tentang Kepemimpinan Nasional."

Beberapa hal menarik disampaikan dalam refleksi THC tentang kepemimpinan nasional antara lain: Pertama, sesungguhnya banyak potensi (muda) yang berkualitas di partai maupun sumber yang lain untuk jadi presiden, masalahnya adalah sedang terjadi "sumbatan" pada proses rekruitmen dan aktualisasi potensi calon.

Kedua, THC juga mencermati bahwa bangsa Indonesia sedang mengalami sindrom kepemimpinan "semu" (quasi leadership syndrome). Attitude lebih sebagai politisi dari pada sebagai pemimpin (leader); Behavior lebih transactional daripada transformative; dan dalam action dan decision lebih simbolik (hadir secara fisik yang dirundung krisis, kunjungan ke lokasi bencana) daripada functional (aksi nyata berupa keputusan atau kebijakan yang tertata, terukur dalam mengatasi persoalan secara tepat dan cerdas).

Ketiga, banyak pemimpin melihat kekuasaan sebagai tujuan dan bukan sebagai alat mencapai tujuan. Kepemimpinan transactional lebih diambil dengan pertimbangan "untung rugi" seperti perdagangan, bukan benar-salah atau tepat-melenceng; mengandalkan hard power seperti perintah, reward, hukuman dan kepentingan pribadi (self interest) sementara kepemimpinan transformative berorientasi pada perubahan demi mencapai tujuan, dengan melibatkan sebanyak mungkin pengikut serta lebih memanfaatkan soft power seperti; memberi contoh, memotivasi pengikut untuk memiliki idealisme dalam mencapai tujuan.

Keempat, Dr. Watik kemudian mengutip Karen Boehnke dkk (1998) yang melakukan penelitian lintas budaya dan menemukan bahwa pemimpin transformational memiliki kesamaan perilaku: Visioning (mampu memberikan rumusan masa depan, ke mana kita akan mengarah); Inspiring (mampu menimbulkan kegairahan); Stimulating (bisa merangsang minat); Coaching (bisa memberikan bimbingan) dan Team Building (mampu membangun tim kerja yang solid).

Kelima, dalam krisis urutan kriteria pemimpin menurut The Habibie Center adalah: 1) Kriteria Utama (decisive) yang berarti kemampuan mengambil keputusan secara cepat dan tepat waktu serta akurat serta mampu menjalankan keputusan dan mengelola perubahan secara sistemik; 2) Kriteria Dasar (kapabilitas) memiliki visi dan pandangan jauh kedepan, bisa mengarahkan dan memobilisasi rakyat mencapai tujuan, punya kecerdasan emosional dan bisa berempati serta kemampuan komunikasi, memahami dinamika daerah serta visi internasional dalam bentuk track record yang nyata; dan (integritas moral, kejujuran publik, adil, tak tersangkut KKN atau kasus asusila; 3) Kriteria Pendukung (akseptabilitas) atau bisa diterima atau dapat dukungan publik.

Dr. R. Siti Zuhro (THC), mengingatkan bahwa makna pemilu bukanlah sekadar pembeda antara sistem demokrasi dan otoriter tapi merupakan sarana suksesi kepemimpinan secara demokratis, untuk mencari pemimpin yang berintegritas, kredibel, kapabel, akseptabel, akuntabel, visioner dan berani dan tegas dalam membuat dan menjalankan keputusan, memiliki jiwa kenegarawanan, solidarity maker, berwawasan daerah, nasional dan internasional, dan mampu menyelesaikan masalah mendasar bangsa dan bisa membawa perubahan.

Prof. Dr. Dewi Fortuna Anwar (THC), mengingatkan bahwa presiden adalah icon yang tidak bisa didelegasikan. Perlu memahami kompleksitas global dan keterkaitan luar dan dalam negeri. Pemimpin nasional perlu mengartikulasikan kepentingan nasional dan pandangan tentang tatanan regional dan global di setiap panggung.

Prof. Dr. Sofian Effendi (THC) melihat pentingnya peran birokrasi, dan memberikan kriteria pemimpin nasional sbb: Integritas dan kepribadian tinggi, kredibilitas, kapabilitas, akseptabilitas, akuntabilitas, visioner, pemberani, negarawan, solidarity maker dan berwawasan global. Ia juga mengingatkan bahwa saat ini ada 503 kabupaten/kota dengan sumber pembiayaan 90 persen dari pusat, dan 80 persen dari dana tersebut untuk kepentingan rutin pengelolaan pemerintahan, hanya 20 persen untuk kesejahteraan masyarakat. Pemimpin nasional perlu mencermati hal ini secara khusus.

Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidayatullah). Menyatakan bahwa kalau dulu Bung Karno political builder, Pak Harto economic builder, pemimpin sekarang harus menjadi cultural and education builder. Pemimpin yang diperlukan saat ini adalah civilization builder yang bisa mengkombinasikan ketiga kapasitas di atas, dengannya diharapkan mampu pula menyatukan pilar ekonomi, masyarakat, birokrasi, universitas dan media. Harus ada impian besar untuk mengikat kebersamaan.

Dr. Anis Baswedan menyatakan pemimpin Indonesia harus bisa memberikan optimisme. Adalah sebuah ironi bahwa dulu di Zaman Bung Karno penduduk mayoritas miskin dan tidak terdidik, sedang dijajah sehingga kita punya semua alasan untuk pesimis, tapi Bung Karno dan pejuang segenerasinya memunculkan sikap optimisme. Saat ini kita punya semua alasan untuk menjadi optimis tapi kita, termasuk media, dilanda oleh gelombang pesimisme kolektif. Jadi self defeating nation. Salah satu tugas pemimpin adalah menimbulkan optimisme.

Para pembicara mengingatkan bahwa Pemilu 2009, harus menjadi arena konsolidasi demokrasi. Dewi Fortuna menegaskan bahwa demokrasi bukan alat tapi nilai (values) yang harus diperjuangkan. Anis Baswedan mengingatkan agar kita tidak hanya sibuk memikirkan input tapi juga ouput delivery dan manfaat dan jelas serta rangkaian dan komponen arsitek demokrasi.

Prof. Ing. B.J. Habibie yang mengkuti dengan saksama dialog dan menjadi penanggap mengingatkan perlunya pemimpin fokus pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Serta mengingatkan tentang pentingnya peran agama, budaya, dan iptek dalam proses pengembangan peradaban.

Kepemimpinan adalah faktor penting untuk mewujudkan Nusantara Jaya. Rangkaian studi dan seminar The Habibie Center telah membantu kita untuk melihat dengan perspektif yang lebih tajam dan luas. Tantangan kita adalah mencari, menemukan dan membentuk barisan kepemimpinan nasional yang tangguh dalam era tarikan globalisasi di satu ujung dan tarikan otonomi daerah di ujung yang lain.

Mari kita lakukan dengan hati. Salam Nusantara Jaya 2045.

www.marwahdaud.com dan marwahdi@yahoo.com

01 Desember 2008

Bank Muamalat dan A. Riawan Amin

Tutur kata dan bahasanya sangat lembut dan santun tapi isi pesannya sangat keras, mendasar, bahkan bisa dikatakan radikal. Itulah Bapak A. Riawan Amin, Direktur Bank Muamalat Indonesia.

Di berbagai buku yang ditulis, wawancara yang disampaikan, kita dapat melihat betapa tajam argumentasi dan betapa jauh visi beliau yang intinya adalah: sudah saatnya dunia mengubah tatanan sistem ekonomi yang membuat kaya segelintir orang, menjadi sistem yang membuka peluang sejahtera bagi seluruh anggota masyarakat sesuai dengan tuntunan Allah yang Maha Pencipta dan Maha Adil.

Sepuluh tahun terakhir beliau membawa perubahan yang sangat mengagumkan di Bank Muamalat, Bank Syariah pertama Indonesia yang digagas awal MUI dan ICMI. Bayangkan di saat dunia dan Indonesia dilanda krisis, di bawah kepemimpinan Bapak A. Riawan Amin, Bank Muamalat mencatat pertumbuhan 400 persen dibanding tahun 1998. Dari semula beraset Rp 500 milyar menjadi Rp 12 trilyun dengan jumlah nasabah melonjak menjadi 2,5 juta sehingga mendapatkan rekor Muri.

Suksesnya menangani BMI membuat A. Riawan Amin, tokoh kelahiran Tanjung Pinang, 27 April 1958, dan Alumni Teknik Arsitektur New York Insitute of Technology, USA kemudian berturut-turut dipercaya menjadi Director International Islamic Financial Market (IIFM) di Bahrain (2004); Director General Council for Islamic Banks and Financial Institutions (CIBFI) juga berpusat Bahrain dan Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) keduanya di tahun 2007.

Bapak A. Riawan Amin, salah seorang Dewan Pakar ICMI, memberikan pikiran dan prediksi menarik tentang rapuhnya system keuangan dunia saat ini bahkan sebelum krisis besar melanda Amerika. Ketepatan analisisnya membuat pikiran dan kiprahnya yang biasanya dapat kita ikuti di Republika, kini semakin banyak diulas di beragam media, salah satu yang komprehensif adalah pada tanggal 15 November 2008 berupa profil lengkap di Rakyat Merdeka.

Dari berbagai analisis, argumen dan usulan penting yang beliau kemukakan ada 5 hal yang menarik untuk kita cermati: Pertama, Ia meyakini bahwa sistem keuangan konvensional tidak bisa memberikan pemerataan kemakmuran. Tugas pemerintah adalah memastikan tidak ada orang yang terlalu susah. Tapi akan banyak orang akan terlalu susah kalau ada segelintir orang dibiarkan terlalu kaya seperti yang terjadi saat ini. Ia mencontohkan Amerika serikat yang satu persen warganya mengontrol 40 persen aset warga Amerika Serikat, negara yang dijuluki the father of Capitalism.

Kedua, ia menilai bahwa krisis moneter yang terjadi saat ini disebabkan oleh transaksi valuta asing (valas) dunia yang mencapai 1,5 trilyun dolar AS per hari, padahal hanya 2 persen dari total transakasi yang masuk pasar barang produksi/jasa serta aktivitas impor-ekspor; sedangkan 98 persen sisanya adalah murni spekulasi, judi yang tak ada hubungannya dengan produksi, ekspor, membeli dan berdagang. Inflasi terjadi karena terlalu banyak supply uang dibanding hasil produksi. Inilah yang dikenal dengan money bubbling machine. Lebih parah lagi, di Indonesia valas itu bukan hanya big casino tapi the biggest casino, dan yang memakai pasar modal untuk menggelembungkan uang dan 70% adalah pihak asing yang kita sambut karena dikira memasukkan uang melalui pasar modal, memperbaiki cadangan devisa, memperkuat rupiah padahal kini terbukti menyeret kita ke dalam krisis ekonomi dunia.

Ketiga, Bapak A. Riawan Amin melihat bahwa nilai uang yang berbasis kertas merupakan kelemahan. Padahal sejak 3.000 tahun lalu sampai 35 tahun lalu cadangan devisa yang digunakan masih berupa emas dan perak. Masyarakat Ekonomi Eropa juga mengusulkan kembali ke mata uang berdasarkan komoditas. Mata uang kertas mirip dengan permainan monopoli. Kertas dipotong kecil, dicetak lalu diberi gambar dan angka (kertasnya bernilai sama tapi ia tiba-tiba memiliki nilai yang berbeda satu atau lima atau lima puluh atau seratus dollar). Bandingkan dengan memakai uang atau alat tukar berbasis emas atau perak. Harga kambing 1.400 tahun yang lalu di zaman Rasulullah sama dengan saat ini 4,25 gram emas 22 karat. Dengan uang kertas, antara harga tahun lalu dan saat ini saja sudah sangat berbeda.

Keempat, ia melihat bank syariah bukan alternatif, tapi stabilisator atau bahkan penjaga kepentingan nasional. Sistemnya lebih baik. Antara lain karena feature perbankan syariah mendorong sektor riil. Bank Syariah mengumpulkan dana masyarakat untuk menghidupi sektor riil. Sistem konvensional, hanya ambil dana masyarakat lalu masukkan ke SBI. Bank Syariah dengan sistem imbal hasil (bagi hasil), Financing to Deposit Ratio (DF) selalu penuh, Jika bank lain 70%, bank syariah mencapai 100-120%.

Kelima, A. Riawan Amin mengusulkan agar dilakukan langkah koersif (pemaksaan), untuk konversi dari sistem konvensional ke sistem syariah.

Dengan demikian jika saat ini share seluruh bani syariah di Indonesia baru 2 persen, maka diharapkan bisa mencapai 20 sampai 50 persen.

Ia berobsesi membubarkan Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI) dengan cara menjadikan arus utama Bank Indonesia menjadi Sistem Syariah sehingga yang akan ada adalah Direktorat Perbankan Konvensional. "Tidak berarti Bank Mandiri, BNI, BCA, BRI, Bank pembangunan daerah tidak boleh tumbuh, silahkan tumbuh semua, tapi ayo dong portfolionya konversi ke sistem syariah, karena itu tadi, banyak feature perbankan syariah mendorong sektor riil."

Saya teringat ketika tahun 2007 lalu mendapat undangan ke Inggeris --sebagai anggota Islamic Advisory Commitee Indonesia-UK (komite dibentuk atas inisiatif Presiden SBY dan Perdana menteri Tony Blair)-- saya melihat iklan besar-besaran HSBC Amanah (sistem Syariah HSBC) di jantung kota London.

Saya berharap tutur kata yang lembut dan santun Bapak A. Riawan Amin membuat orang cepat simpati dan tak curiga tentang potensi terbaik dibalik sistem perbankan Syariah. Kan lucu jika Inggeris dan kini Singapura lebih cepat mengkonversi sistem perbankan mereka ke sistem Syariah dibanding kita di Indonesia yang punya banyak ahli perbankan Syariah. Dan lebih penting lagi masyarakat kini sudah sangat memerlukan liquiditas perbankan untuk membuka kesempatan kerja bagi jutaan sumber daya manusia (SDM) terdidik dan puluhan juta yang tak terdidik yang kini belum bekerja, serta untuk mengolah sumber daya alam (SDA) kita yang masyaAllah tersebar di seluruh pelosok negeri dan jadi incaran masyarakat dunia.

Yang diperlukan adalah KEBERANIAN PEMIMPIN dan dukungan bersama kita sebagai bangsa. Mari kita meyakini bahwa, keputusan yang tepat dalam kebijakan keuangan insyaAllah akan membawa bangsa Indonesia Berjaya, Memimpin Peradaban, bukan hanya di Asia tapi di dunia.

Terima kasih Pak A. Riawan Amin. Mari berjuang bersama dalam barisan yang teratur rapi. Kami bersama Bapak dan tim Bapak. Semoga Allah meridhoi. Amien. Salam Nusantara Jaya 2045.

(marwahdi@yahoo.com dan www.marwahdaud.com)